Takut kepada Allah
SWT tidak akan muncul kecuali berdasarkan ilmu. Mustahil kebodohan
dengan bentuk apa pun akan melahirkan rasa takut. Oleh karena itu, dalam
pandangan Islam ilmu adalah hal yang pokok. Ia bukan kemewahan dan
bukan hanya perhiasan. Kaum Muslim telah mengalami masa kemuliaan dan
kejayaan dan mereka berhasil menguasai bumi ketika mereka memahami Islam
secara benar, tetapi ketika pemahaman ini jauh dari mereka, maka mereka
kembali dalam keadaan yang paling buruk, bahkan lebih buruk daripada
masa jahiliah.
Jadi,
ilmu dalam Islam merupakan tujuan yang mulia dan utama dalam penciptaan
alam wujud. Kisah Nabi Adam dan Hawa, sebagaimana diceritakan oleh
Al-Qur'an adalah bukan semata-mata kisah kesalahan memakan pohon
tcrlarang, tetapi ia juga kisah yang memiliki dimensi-dimensi yang dalam
dan aspek-aspek yang beraneka ragam. Ketika Anda menyclami
kedalamannya, maka Anda akan dapat menemukan simbol-simbol dari
makna-makna yang lebih penting.
Dialog
internal yang dialami oleh para malaikat tentang rahasia pemilihan Nabi
Adam untuk memakmurkan bumi dan menjadi khalifah di dalamnya serta
pengajaran yang diperoleh Nabi Adam tentang nama-nama semuanya dan
bagaimana beliau mengemukakan nama-nama tersebut kepada para malaikat,
serta ketidaktahuan mereka tentang nama-nama itu, kemudian usaha Nabi
Adam untuk memberitahu mereka tentang apa yang diketahuinya serta
pengetahuan para malaikat tentang rahasia pemilihan Nabi Adam dan para
keturunannya untuk memakmurkan bumi, semua ini menjadikan tujuan dari
penciptaan manusia adalah pencapaian ilmu atau ma'rifah secara umum.
Pandangan tersebut dikuatkan oleh firman Allah SWT:
"Dan Ahu tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-(Ku)." (QS. adz-Dzariat: 56)
Lalu
bagaimana kita memahaminya saat ini dan bagaimana generasi yang pertama
dari kaum Muslim dan dari sahabat-sahabat Rasul saw dan para
pengikutnya dan para tentaranya memahaminya? Saat ini kita memahaminya
dengan pemahamam yang sederhana. Kita mengetahui bahwa kalimat "untuk
menyembah-Ku " berarti ritualitas dalam beribadah dan aspek-aspek
lahiriahnya, seperti mengucapkan kalimat syahadat, salat, puasa, haji,
zakat dan lain-lain. Sehingga orang-orang yang salat diperbolehkan untuk
menyembah Allah SWT di negeri mereka atau di rumah-rumah mereka,
meskipun mereka hidup di bawah pemikiran orang-orang Barat dan membeli
produk-produk yang dibuat mereka serta memanfaatkan ilmu dan kecanggihan
tehnologi orang-orang Barat. Namun mereka sendiri tidak menghasilkan
apa-apa. Mereka tidak dapat memberikan kontribusi kepada kehidupan;
mereka tak ubah-nya seperti bulu yang dimainkan oleh ombak. Sedangkan
pemahaman yang dahulu berkaitan dengan kalimat tersebut sebagai berikut:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-(Ku). " (QS. adz-Dzariat: 56)
Ibnu
Abbas membacanya: "Illa liya'rifuun." (Agar mereka mengetahui).
Perhatikanlah bagaimana pentingnya perbedaan antara praktek-praktek
ibadah dengan bentuk-bentuknya dan kedalamannya yang jauh dalam ma'rifah
yang menyebabkan rasa takut kepada Allah SWT. Orang Muslim yang pertama
meyakini bahwa Allah SWT menciptakannya agar ia mengetahui Allah SWT
atau agar ia mengenal Allah SWT. Sehingga ambisi orang Muslim yang
pertama sangat mengagumkan. Mereka pergi untuk membebaskan dunia
semuanya: satu tangan berpegangan dengan Al-Qur'an dan tangan yang lain
memegang pedang untuk menghancurkan belenggu-belenggu yang menyeret
manusia kepada kesesatan.
Kemudian
jatuhlah dari Islam hakikat ilmu, sehingga umat Islam tidak dapat
memimpin kehidupan dan mereka justru men-dapatkan kehinaan. Allah SWT
berfirman:
"Allah
menyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan
keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan
yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah
Islam." (QS. Ali 'Imran: 18)
Setelah
kesaksian kepada Allah swt dan kesaksian kepada malaikat, maka
disebutlah secara langsung kesaksian kepada orang-orang yang berilmu.
Maka, adakah penghormatan terhadap ilmu yang lebih besar daripada
penghormatan ini? Ilmu dalam Islam berbeda dengan ilmu dalam peradaban
Barat. Memang benar bahwa Islam yang bertanggung jawab terhadap
tumbuhnya pandangan ilmiah dan metode eksperimental di mana berdasarkan
metode ini tegaklah peradaban Barat yang kemudian melahirkan berbagai
produksi, pembuatan, dan penemuan. Dan metode eksperimental adalah
metode al-Istiqra, yaitu suatu metode yang mengikuti bagian-bagian
terkecil (parsial) melalui jalan eksperimen yang dapat tunduk terhadap
eksperimen dan melalui jalan memperhatikan hal-hal yang tidak dapat
tunduk terhadap suatu eksperimen, atau melalui jalan matematis murni
yang membutuhkan kepada matematis murni di mana hal itu bertujuan untuk
menyingkap hukum-hukum yang menguasai benda. Sistem ini bidangnya adalah
alam dan alatnya adalah panca indera dan akal. Sistem ini dimanfaatkan
oleh seorang Eropa yang bernama Roger Bikun. Ia mengakui bahwa ia sangat
berhutang kepada kaum Muslim dan peradaban Islam.
Seorang
guru yang bernama Bruicll dalam bukunya Abna' al-Insaniah menceritakan
tentang dasar-dasar peradaban Barat di mana ia berkata: "Roger Bikun
mempclajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu Arab di sekolah Oxford kepada
guru-gurunya yang berasal dari Arab di Andalus. Dan Roger Bikun dan
Fenessis Bikun tidak dapat menisbatan keutamaan yang mereka peroleh
dalam menciptakan sistem eksperimental kepada diri mereka sendiri. Roger
Bikun hanya seorang duta dari duta-duta ilmu. Oleh karena itu, ia tidak
malu ketika menyatakan bahwa mempelajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu Arab
adalah jalan satu-satunya untuk mengetahui kebenaran."
Demikianlah
pernyataan pakar-pakar Barat yang jujur. Yang demikian ini bisa
dijadikan sanggahan terhadap orang-orang Barat yang tidak jujur agar
mereka mengetahui bahwa mereka sebenarnya mengambil senjata yang
sebenarnya berasal dari Islam. Dan jika dikatakan bahwa rahasia
kebangkitan Barat saat ini dan keunggulannya atas Timur kembali kepada
pengambilannya terhadap sebab-sebab metode eksperimental, yaitu metode
Islam, maka rahasia kehancuran Barat dan kebingungannya serta
kegelisahannya adalah karena mereka tidak menghubungkan metode tersebut
dengan kebesaran Allah SWT sebagaimana semestinya. Metode
eksperimen-tal—sebagaimana diambil orang-orang Barat—dimulai dari alam
dan berakhir kepadanya sebagai sesuatu tujuan. Jadi, ruang lingkup
pembahasan mereka adalah berkisar kepada materi, dan alat-alat
pembahasan adalah eksperimen dan pengamatan serta istiqra.
Tiada
setelah alam kecuali kematian dan kematian adalah rahasia yang
misterius dan melawannya adalah hal yang mustahil. Kita tidak mengetahui
apa yang terjadi setelah kematian; kita tidak mengetahui sesuatu pun
tentang ruh. Tidak ada hubungan antara ilmu dan akhlak; tidak ada
jawaban dari ilmu tentang tujuan kehidupan ini. Kita hanya mempelajari
aspek-aspek lahiriah dan mencapai hukum-hukumnya saja. Demikianlah
pandangan Barat tentang ilmu di mana ia hanya sekadar alat dan sarana
untuk mengatur alam dan berusaha menguasainya. Sedangkan metode ilmiah
dalam Islam menyatakan bahwa gerakan atom dengan gerakan sistem tata
surya di bawah kendali Zat Yang Maha Tahu dan Zat Yang Maha Pencipta.
Ilmu dalam Islam justru membimbing manusia untuk menuju Allah SWT:
"Dan bahwasannya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesua-tu). " (QS. an-Najm: 42)
Ilmu
justru mengantarkan manusia untuk mencapai rasa takut kepada Allah SWT
sebagaimana membimbingnya beribadah kepadanya dan mencintai-Nya:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28)
Islam
datang dan mengajak manusia untuk membaca, mengetahui, dan takut kepada
Allah SWT serta hanya beribadah kepadanya. Jika ilmu merupakan sayap
pertama di dalam Islam, maka sayap yang kedua adalah kebebasan.
Rasulullah saw memberitahu dan menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah SWT dan tidak ada sembahan selain Allah SWT.
Seruan
ini mengisyaratkan keruntuhan tuhan-tuhan yang mengusai bumi semuanya,
baik tuhan yang berupa kepentingan-kepentingan pribadi, kekayaan, raja,
penguasa, pemikiran-pemikiran yang mengusai manusia, warisan para kakek
dan nenek, berhala-berhala yang terbuat dari batu dan kayu, maupun
berbagai macam tuhan lain yang bohong. Adalah salah jika seseorang
membayangkan bahwa kalimat "tiada Tuhan selain Allah" hanya sekadar
hiasan mulut seorang Muslim di mana segala sesuatu yang ada di
sekitarnya penuh dengan kebohongan dan tidak membenarkan apa yang
dikatakannya. Kalimat tersebut dalam Islam merupakan per-gulatan besar
bersama kegelapan yang ada pada diri manusia, suatu pergulatan yang
berakhir pada penyerahan diri; pergulatan yang akan berpindah pada
kehidupan yang lebih berat, sehingga kehi-dupan akan berserah diri. Dan
mustahil pergulatan itu akan terjadi kecuali jika terpenuhi suatu
kebebasan: kebebasan akal untuk meragukan dan menolak dan kebebasan yang
berakhir kepada pencapaian batas-batasnya dan kemampuannya serta
kebebasan yang meninggi untuk mencapai keimanan yang dalam dan kokoh.
Itu adalah tanggung jawab yang berarti bahwa ia harus memikul senjata
untuk membebaskan orang lain sebagaimana ia membebaskan dirinya sendiri.
Demikianlah esensi dari Islam, yaitu ilmu yang berdiri di atas
kebebasan dan tanggung jawab yang tumbuh dari kebebasan, dan buah
terAkhirnya adalah tauhid dalam kedalamannya yangjauh.
Jika
tauhid dipahami secara benar, maka manusia akan terbebas dari
penyembahan selain Allah SWT: manusia akan bebas terhadap rasa takut
dari kematian, kekhawatiran atas rezeki, manusia akan terbebas dari
sikap bakhil dan ketakutan terhadap hari-hari yang akan datang.
Muhammad
bin Abdillah datang nntuk menyerukan bahwa hanya Allah SWT yang patut
disembah dan bahwa semua manusia adalah hamba-hamba-Nya. Dcngan
membebaskan manusia dari menyembah sesama mereka, maka kebcbasan yang
hakiki telah dimulai. Rasulullah saw memberitahu bahwa kematian adalah
perpindahan dari satu rumah ke rumah yang lain. Ia bukan akhiran yang
misteri dari kehidupan yang tidak dapat dipahami, tetapi ia hanya
sekadar perpindahan. Takut kepada kematian tidak akan menyelamatkan dari
kematian itu sendiri, dan cinta kepada kehidupan tidak akan
memanjangkan ajal. Pada setiap ajal ada ketentuannya. Maka keberanian
merupakan unsur dari unsur-unsur pembentukan kepribadian Islam dan
bagian dari bagian-bagian sel yang ada dalam tubuh seorang Muslim.
Rasulullah saw juga menyatakan bahwa rezeki di dunia sudah dijamin dan ditentukan oleh Allah SWT:
"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya. " (QS. Hud: 6)
Jibril
mewahyukan kepada Rasul saw bahwa suatu jiwa tidak akan memenuhi
ajalnya sehingga rezekinya disempurnakan. Jika demikian halnya, maka
tidak ada alasan bagi manusia untuk khawatir terhadap rasa lapar dan
gelisah terhadap hari esok. Semua ini terjadi dalam ruang lingkup
mengambil atau melalui jalanjalan menuju sebab. Yakni berusaha untuk
mencapai rezeki yang merupakan kewajiban bagi orang Muslim dan percaya
terhadap kedermawan Allah SWT yang juga merupakan suatu kewajiban bagi
orang Muslim untuk mempercayainya. Allah SWT berfirman:
"Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. " (QS. adz-Dzariat: 22)
Allah
SWT telah menjamin rezeki di dunia dan memerintahkan manusia untuk
berusaha mencapai rezeki di akhirat. Rezeki di dunia adalah sesuatu yang
sudah dijamin, sehingga manusia tidak perlu melakukan usaha yang
terlalu sengit untuk mencapainya. Cukup baginya untuk berusaha secara
benar dan seimbang. Sedangkan berkenaan dengan rezeki akhirat, Allah SWT
memerin-tahkan manusia untuk berusaha mencapainya karena ia adalah
rezeki yang Allah SWT tidak menjaminnya kecuali jika manusia berhasil
melampaui dua jihad: jihad yang besar dan jihad yang kecil. Jihad besar
adalah jihad melawan hawa nafsu dan jihad kecil adalah jihad melawan
musuh di medan perang.
Dengan
terbebasnya seorang Muslim dari kerisauan pada kematian, rezeki, dan
rasa takut, maka Islam memberi seorang Muslim senjatanya dan
alat-alatnya dan ia memerintahkannya untuk mulai memerangi
kekuatan-kekuatan kelaliman di muka bumi. Allah SWT berfirman tentang
umat Islam:
"Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah."
(QS. Ali 'Imran: 110)
Perhatikanlah,
bagaimana Allah SWT menyebutkan amal makruf nahi mungkar sebelum
keimanan kepada Allah SWT. Ini dimaksudkan agar akal manusia tergugah
akan pentingnyajihad di jalan Allah SWT. Amal makruf dan nahi mungkar
tidak terwujud semata-mata dengan memegang tongkat dan mencambukannya
kepada punggung orang-orang Islam yang tidak salat; ia juga tidak berupa
usaha untuk menahan orang-orang Muslim yang tidak berpuasa. Masalah itu
lebih penting dan lebih besar dari sekadar memperhatikan hal-hal yang
bersifat lahiriah, sedangkan hal-hal yang bersifat batiniah tidak
diperhatikan.
Ayat
tersebut berarti, hendaklah seorang Muslim membawa senjata dan
berdakwah di jalan Allah SWT serta memerangi orang-orang lalim di muka
bumi. Abu Bakar berkata: "Wahai manusia, kalian membaca ayat berikut
ini:"
"Hai
orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tiadalah orang yang sesat itu
akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk,"
(QS. al-Maidah: 105)
Dan
aku mendengar Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya ketika masyarakat
melihat orang yang lalim dan mereka tidak menghentikannya, maka Allah
SWT akan menimpakan azab kepada mereka semua."
Penafsiran
Abu Bakar terhadap ayat tersebut sangat jelas artinya. Yakni bahwa
pelaksanaan ayat tersebut dapat diwujudkan dengan adanyajihad di jalan
Allah SWT dengan mengangkat senjata sebagai usaha untuk menghentikan
orang-orang yang lalim. Setelah itu, seorang Muslim dapat mengatakan:
"Aku telah melaksanakan tugasku dan tidak akan berdampak kepadaku orang
yang sesat setelah aku memberikan petunjuk."
Demikianlah
pemahaman orang-orang Islam yang pertama. Maka bandingkanlah pemahaman
tersebut dengan pemahaman kita saat ini di mana kita telah kchilangan
keberanian, dan rasa takut telah menghinggapi tubuh orang-orang Islam.
Kaum Muslim lebih mengutamakan keselamatan diri mcrcka daripada
memerangi orang-orang yang lalim.
Muhammad
bin Abdillah datang dengan membawa risalah Islam yang di dalamnya
terdapat perintah Ilahi untuk rnemerangi orang-orang yang lalim dan
mempertahankan kehormatan orang-orang yang tertindas di muka bumi. Allah
SWT berfirman:
"Karena
itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan
kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang
di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan
Kami berikan kepadanya pahala yang besar. Mengapa kamu tidak mau
berperang dijalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik
laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: 'Ya
Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang lalim penduduknya dan
berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari
sisi-Mu. " (QS. an-Nisa': 74-75)
Muhammad bin Abdillah membacakan kepada kaumnya tentang penafsiran Allah SWT berkenaaan dengan makna kejayaan yang besar:
"Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka
dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah,
lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar
dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang
lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah?, maka bergembiralah
dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang
besar." (QS. at-Taubah: 111)
Bacalah
ayat tersebut dua kali dan renungkanlah tentang kedermawan Allah SWT.
Betapa tidak, Dia membeli jiwa orang-orang mukmin dan harta mereka,
padahal jiwa tersebut dan harta tersebut pada hakikatnya adalah
milik-Nya sendiri. Lihatlah bagaimana kemuliaan Allah SWT di mana Dia
membeli harta milik-Nya yang khusus dengan surga dan bagaimana Allah SWT
menganjurkan orang-orang Islam untuk berperang, dan Dia memberitahu
mereka bahwa urusan memerangi orang-orang lalim dan orang-orang yang
tersesat bukanlah hal yang baru atas orang-orang Islam. Allah SWT telah
memerintahkan hal tersebut dalam Injil dan Taurat. Sebagaimana Nabi Isa
diutus dengan pedang, seperti yang disebutkan dalam lembaran-lembaran
atau buku-buku orang-orang Nasrani, maka Nabi Musa pun diutus dengan
membawa pedang. Dan ketika Bani Israil berkata kepada Nabi Musa,
"pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, dan kami hanya di
sini duduk-duduk saja,", maka kehendak Ilahi menetapkan agar mereka
mendapatkan kesesatan selama empat puluh tahun sebagai akibat dari
perbuatan mereka itu, agar generasi yang lemah dan hina itu hancur yang
mereka justru tidak memenuhi panggilan Allah SWT dan mereka membiarkan
Nabi Musa bersama Tuhannya berperang, padahal peperangan itu merupakan
tanggung jawab mereka dan tugas mereka yang harus mereka emban sebagai
pengikut Nabi Musa.
Demikianlah
esensi dari ajaran Islam sebagaimana yang dibawa oleh Muhammad bin
Abdillah. Yakni ajakan untuk membaca dan menggali ilmu serta mendapatkan
kebebasan dan yang terpenting adalah usaha melawan kekuatan-kekuatan
lalim. Suatu ajakan yang universal yang tidak dikhususkan untuk kalangan
tertentu atau untuk waraa kulit tertentu atau untuk kaum tertentu atau
untuk tempat tertentu; suatu ajakan kemanusiaan yang komprehensif yang
universal yang ingin mengikat ilmu dan kebebasan dan jihad dengan tujuan
yang lebih tinggi, yaitu mencapai tauhid kepada Allah SWT dan
menyucikan-Nya serta keimanan terhadap hari kemudian dan kebangkitan
manusia semuanya di hadapan Allah SWT.
Adalah
salah jika ada orang yang menganggap bahwa Islam hanya memperhatikan
aspek akhirat dan melupakan aspek duniawi. Menurut Islam dunia adalah
lembar-lembar jawaban yang akan dikoreksi di hari akhir. Ia adalah ujian
dan tempat percobaan bagi manusia agar manusia mengetahui apakah ia
layak untuk menda-patkan kemuliaan dari Allah SWT yang telah diberikan
kepada Adam. Atau apakah iajustru layak untuk jadi bagian dari tanah
neraka Jahim dan batunya, sebagaimana firman Allah SWT:
"Yang bahan bakarnya manusia dan batu. " (QS. al-Baqarah: 24)
Rasulullah
saw telah menjelaskan hikmah dari penciptaan manusia, penciptaan
kehidupan dan kematian ketika beliau menyampaikan firman Allah SWT dalam
surah al-Mulk:
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amabiya. " (QS. al-Mulk: 2)
Dunia
adalah rumah pergulatan. Dan Allah SWT telah menciptakan kehidupan dan
kematian agar manusia menyadari siapa di antara mereka yang terbai
amalnya. Tentu pengetahuan ini tidak akan menambah kekuasaan Allah SWT.
Pengetahuan itu justru dibutuhkan oleh manusia. Allah SWT menciptakan
manusia agar menusia mengetahui, danpengetahuan yang paling penting
adalah pengetahuan atau pengenalan terhadap diri. Dan pada hari kiamat
manusia akan mengenal dirinya secara sempurna dan ia akan mengenal
balasan yang akan diterimanya secara sempurna.
Dan
barangkali mukadimah yang kami sarikan dari hari akhir ini mengharuskan
kehidupan di atas bumi dipenuhi dengan kesucian dan kebersihan, yaitu
diliputi dengan kemanusiaan yang sempurna yang di dalamnya manusia layak
untuk hidup. Demikianlah Islam yang dibawa oleh Muhammad saw. Inilah
asasnya dan hakikatnya. Itu adalah pondasi dan hakikat yang tidak
diciptakan oleh Muhammad saw dan tak didahului oleh rasul-rasul
sebelumnya. Hakikat risalah-risalah yang dulu semuanya adalah tauhid dan
mempertahankan kebenaran serta keimanan terhadap hari akhir dan
menyerahkan jiwa dan anggota tubuh hanya kepada Allah SWT. Yang baru
dalam Islam adalah ilmu, kebebasan dan universalitas ajaran Islam serta
warna keadilan yang sangat kental, sehingga sangat tepat jika dikatakan
bahwa karakter dari Islam adalah keadilan. Barangkali bagian ini perlu
diperhatikan.
Meskipun
agama-agama samawi pada esensinya satu, tetapi kehendak Allah menuntut
turunnya lebih dari agama dan lebih dari satu nabi. Kehendak tersebut
menuntut agar pada setiap agama terdapat karakter yang khusus yang
menggambarkan bentuk yang paling tepat sesuai dengan kebutuhan utama
yang di situ agama itu diturunkan dan sesuai dengan waktu saat itu.
Orang-orang Yahudi misalnya, mereka hidup di tengah-tengah suasana
penyembahan berhala dikalangan orang-orang Mesir kuno. Yahudisme
diturunkan pada Bani Israil yang suka membangkang dan karena itu,
karakter utamanya adalah ketegasan (as-Sharamah) agar mereka tidak
terpengaruh dengan fenomena berhalaisme ala Mesir atau mereka terkena
pengaruh dari tindakan semena-mena Fir'aun. Dengan ketegasan inilah
agama Yahudi selamat dan dapat menjadi risalah penyelamatan dan
pembebasan.
Namun
Bani Israil yang memperbudak manusia dan mempunyai hati yang keras pada
saat yang sama mereka keluar dari Fir'aun untuk masuk ke cengkraman
orang-orang Romawi di mana orang-orang Romawi justru lebih lalim dan
lebih kuat dari orang-orang Mesir. Oleh karena itu, orang-orang Masehi
bertanggung jawab untuk melakukan pembebasan baru tetapi dengan cara
yang berbeda sesuai dengan perubahan keadaan. Cara tersebut adalah
menjauhkan penggunaan kekuatan bersenjata karena kekuatan orang-orang
Romawi mengungguli kekuatan saat itu dan menguasai bumi secara
keseluruhan. Maka kemenangan yang mungkin dapat diperoleh adalah dengan
cara menghindari tindak kekerasan dan lebih mengutamakan pendekatan
cinta. Dan pada kali yang lain orang-orang Masehi memperoleh kemenangan
melalui cara kedamaian dan cinta yang disebarkannya atas imperialisme
Romawi dengan segala senjatanya dan kekuasaannya.
Adapun
Islam datang sebagai agama yang terakhir dan menyeluruh yang layak
untuk diterapkan di muka bumi, sehingga Allah SWT mewariskan bumi dan
apa saja yang ada di dalamnya kepada orang-orang yang berhak
mewarisinya. Oleh karena itu, agama yang terakhir ini harus mempunyai
karakter khusus dan karakter itu adalah karakter keadilan.
Ketegasan
hanya cocok untuk zaman tertentu dan kelompok tertentu dan keadaan
tertentu, sedangkan cinta adalah contoh yang tertinggi, tetapi ia tidak
dapat menjadi sesuatu tolok ukur untuk dibandingkan dengan
tindakan-tindakan tertentu atau untuk dijadikan alat untuk melakukan
sesuatu. Dan jika ia menjadi tolok ukur bagi orang-orang yang memilki
perasaan yang tinggi atau budaya yang tinggi, maka ia tidak dijadikan
tolok ukur umum dan universal. Adapun keadilan, maka ia menjadi karakter
Islam yang berarti keseimbangan dalam sifat-sifat keutamaan dan
meletakkan segala sesuatu pada tempatnya. Ini adalah tolok ukur yang
menyeluruh dan barometer yang akhir. Dan barangkali kebesaran keadilan
dan pengaruhnya dalam pengaturan alam bersandarkan kepada firman Allah
SWT:
"Allah
menyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang menegakkan
keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan
yang demikian itu)." (QS. Ali 'Imran: 18)
Apabila
Allah SWT dalam Islam merupakan cermin yang tertinggi, maka keadilan
yang disaksikan oleh Allah SWT terhadap diri-Nya sendiri harus menjadi
karakter Islam dan kaum Muslim. Keadilan dalam Islam bukan hanya
keadilan ekonomi atau keadilan hukum atau keadilan dalam balasan, tctapi
ia mencakup semuanya. Sebelum semua ini dan sesudahnya, kcadilan dalam
Islam merupakan suatu sistem dalam kehidupan dan metode utama dalam
Islam.
Ketika
Anda memalingkan pandangan Anda dalam Islam, maka Anda akan menemukan
keadilan menghiasi seluruh wajah Islam. Di sana terdapat keadilan antara
agama-agama yang dulu, keadilan antara individu dan masyarakat,
keadilan antara dunia dan agama, keadilan antara pria dan wanita,
keadilan untuk orang-orang yang fakir dan orang-orang yang kaya,
keadilan antara para penguasa dan rakyat, bahkan dengan keadilan itu
sendiri bumi dan langit ditegakkan dan Allah SWT menyebut diri-Nya
sebagai al-'Adl (Yang MahaAdil).
Selanjutnya,
Islam adalah agama yang sudah lama sebagaimana lamanya kedatangan para
nabi. Nabi Nuh as berkata dalam surah Yunus:
"Jika
kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikit pun
darimu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka dan aku disuruh
supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri
(kepadanya)." (QS. Yunus: 72)
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail as berkata dalam surah al-Baqarah saat keduanya membangun Ka'bah:
"Ya
Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah
Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan Kami, jadikanlah kami
berdua orang yang tunduh patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada
kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji hami, dan terimalah tobat
kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha
Penyayang. " (QS. al-Baqarah: 127-128)
Nabi
Ibrahim tidak lupa untuk berwasiat kepada keturunannya dan di antara
mereka adalah Yakub agar mereka mati dalam keadaan Islam. Allah SWT
berfirman:
"Dan
Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anaknya, Demikian pula
Yakub. (Ibrahim berkata): 'Hai anak-anakku, Sesungguhnya Allah telah
memilih agama ini bagimu, maka janganlah hamu mati kecuali dalam memeluk
agama Islam.'" (QS. al-Baqarah: 132)
Ketika kematian mendekati Yakub, beliau mengumpulkan anak-anaknya di sekelilingnya dan bertanya kepada mereka:
"Apa
yang kamu sembah sepeninggalku? Mereka menjawab: 'Kami akan menyembah
Tuhanmu dan Tuhan nenak moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan hhaq, (yaitu)
Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepadanya.'" (QS.
al-Baqarah: 133)
Allah SWT memberitahu kita dalam surah Yunus tentang perkataan Nabi Musa kepada kaumnya:
"Hai
kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya
saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri." (QS. Yunus: 84)
Sementara
itu, Nabi Sulaiman adalah seorang Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat
yang menceritakan tentang kisahnya bersama Ratu Saba' ketika Ratu
tersebut berkata:
"Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat lalim terhadap diriku dan aku
berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam." (QS.
an-Naml: 44)
Demikian
juga Nabi Yusuf, beliau berdoa kepada Allah SWT dan meminta kepadanya
agar mematikannya sebagai orang Muslim dan memasukannya dalam kelompok
orang-orang yang saleh. Allah SWT berfirman dan bercerita tentang Yusuf
dalam surah Yusuf:
"Ya
Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagaian
kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian ta'bir mimpi. (Ya
Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan di
akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan
orang-orang yang saleh." (QS.Yusuf: 101)
Sementara
itu dalam surah al-Maidah, Allah SWT mewahyukan kepada kaum Hawariyin
agar mereka beriman kepadanya dan kepada rasul-Nya lalu mereka berkata:
"Kami
telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa Sesungguhnya kami
adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)." (QS. al-Maidah: 111)
Jadi,
Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Yakub, Nabi Musa Harun, Nabi
Sulaiman, Nabi Yusuf, Nabi Isa adalah nabi-nabi yang Muslim sesuai
dengan nas ayat-ayat tersebut. Maka seluruh nabi adalah orang-orang
Muslim, lalu bagaimana Nabi Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir
dikatakan sebagai orang Muslim yang pertama?
Allah SWT berfirman dalam surah al-An'am yang ditujukan kepada Nabi yang terakhir:
"Katakanlah:
'Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah
yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama
menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163)
Maka,
bagaimana beliau menjadi orang Muslim yang pertama, padahal penamaan
umat beliau dengan sebutan al-Muslimin adalah penamaan yang sebenarnya
sudah dahulu dikenal di kalangan nabi-nabi yang terdahulu dan
kedatangannya ke alam wujud dan penamaan agamanya dengan sebutan
al-Islam sebenarnya berhutang kepada kakeknya yang jauh, yaitu Nabi
Ibrahim. Allah SWT berfirman dalam surah al-Hajj:
"Dan
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu
sekalian orang-orang Muslim dari dahulu. " (QS. al-Hajj: 78)
Tidak
ada pertentangan dalam pendahuluan para nabi dengan sebutan al-Muslimin
daripada Rasulullah saw dan kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang
pertama. Tentu kata al-Awwal (yang pertama) di sini tidak dipahami dari
sisi waktu atau masa kemunculan, tetapi yang dimaksud dengan orang
Muslim di sini adalah akmalul muslimin (orang yang paling sempurna di
antara orang-orang Muslim). Suatu kali Aisyah pernah ditanya tentang
akhlaknya Rasulullah saw lalu dia menjawab dengan kalimatnya yang
singkat: "Akhlak beliau adalah Al-Qur'an."
Kita
mengetahui bahwa Al-Qur'an al-Karim menetapkan akhlak yang mulia
meskipun dalam batasannya yang sederhana dan rendah, dan menyebutkan
keutamaan akhlak dalam tingkatannya yang tinggi. Oleh karena itu, akhlak
seperti apa yang dimiliki oleh Rasulullah saw: apakah beliau memiliki
akhlak yang sifatnya tengah-tengah, atau apakah beliau mendahului dalam
kebaikan, atau apakah beliau termasuk ashabul yamin (orang-orang yang
berasal di sebelah kanan), atau apakah beliau termasuk al-Muqarrabin
(orang-orang yang dekat dengan Allah SWT)?
Rasulullah
saw tidak hanya memiliki semua karakter tersebut dan atribut tersebut,
bahkan kedudukan beliau lebih dari itu semua. Beliau berada di puncak
dari segala puncak keutamaan akhlak, sehingga beliau berhak untuk
mendapatkan sebutan dari Allah SWT:
"Dan sungguh pada dirimu terdapat budi pekerti yang agung. " (QS. al-Qalam: 4)
Para
Mufasir berbeda pendapat tentang makna dari al-Huluqul 'adzim (budi
pekerti yang agung). Sebagian mereka mengatakan bahwa yang dimaksud
adalah Al-Qur'an. Sebagian yang lain mengatakan itu adalah Islam. Ada
juga yang mengatakan bahwa beliau tidak memiliki sesuatu kecuali
keinginan untuk menuju jalan Allah SWT.
Dalam
Al-Qur'an al-Karim terdapat penjelasan tentang derajat beliau yang
tinggi dalam dua ayat yang mulia. Ayat yang pertama adalah firman-Nya:
"Katakanlah:
'Sesungguhnya Shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah
yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama
menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163)
Beliau
adalah orang yang paling utama di antara manusia semuanya; beliau
memiliki keutamaan yang melebihi semua manusia; beliau memiliki rahmat
dan kemuliaan yang tidak dapat ditandingi oleh seseorang pun. Meskipun
beliau datang sebagai Nabi yang terakhir namun justru karena posisi
beliau sebagai Nabi yang terakhir, maka beliau menjadi bata yang
terakhir dalam pembangunan rumah kenabian yang tinggi, sehingga bata
yang terakhir itu harus menjadi puncak pembangunan manusia. Sedangkan
ayat yang kedua adalah firman-Nya:
"Dan Kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta." (QS. al-Anbiya': 107)
Beliau
bukan hanya menjadi rahmat bagi orang-orang Arab saja; beliau bukan
hanya menjadi rahmat bagi orang-orang Quraisy dan beliau bukan menjadi
rahmat bagi zamannya saja, begitu juga beliau tidak menjadi rahmat bagi
jazirah Arab saja, tetapi beliau menjadi rahmat bagi alam semesta;
beliau senantiasa menjadi rahmat bagi alam semesta: dimulai dari
diturunkannya wahyu kepadanya dengan kalimat iqra hingga Allah SWT
mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya kepada orang-orang
yang berhak mewarisinya sampai hari kiamat. Alhasil, beliau adalah
rahmat yang dihadiahkan kepada manusia; beliau adalah rahmat yang tidak
menonjolkan mukjizat yang mengagumkan, tetapi beliau adalah rahmat yang
memulai dakwah dengan mengutamakan fungsi akal atau pembacaan dua kitab:
pertama, pembacaan kitab alam atau Al-Qur'an yang diciptakan atau
kalimat-kalimat Allah SWT yang terdiri dari jutaan bentuk dan kedua
pembacaan Al-Qur'an yang diturunkan melalui malaikat Jibril di mana ia
merupakan kalamullah yang abadi. Dan kitab alam dibaca dengan ribuan
cara: dibaca melalui penelusuran dunia:
"Katakanlah: 'Berjalanlah kamu di mnka bumi dan amat-amatilah.'" (QS. an-Naml: 69)
Atau dibaca melalui usaha menyingkap misteri dan penggunaan akal:
"Kami
akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi
mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar. " (QS. Fushilat: 53)
Atau dibaca melalui ilmu dan pengamatan:
"Atau
siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang
telah menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan
gunung-gunung untuk (mengokohkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara
dua laut 1 Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan
(sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui." (QS. an-Naml: 61)
Jika di
sana terdapat ribuan jalan atau cara untuk membaca kalimat-kalimat Allah
SWT dan kitab alam, maka di sana terdapat satu jalan untuk membaca
kalamullah yang abadi, yaitu hendaklah Al-Qur'an dibaca dengan mata hati
dan kecermelangan basirah, sehingga Al-Qur'an menjadi bagian akhlak
dari yang membaca sesuai dengan kemampuannya.
Sebelum
turunnya Al-Qur'an, dunia diliputi dengan kekurangan, baik secara
materi, ruhani, undang-undang maupun dari dimensi kehidupan yang biasa
melekat pada manusia saat itu. Dan sebelum diutusnya Rasul saw yang
beliau adalah manusia yang sempurna dan paling utama, alam belum
mencapai puncak dari penyerahan diri kepada Allah SWT atau puncak dari
keutamaan akhlak. Ketika Rasulullah saw diutus, maka manusia mengalami
kesempurnaan dan mampu mencapai tingkat kesempurnaannya. Dengan Kitab
yang mulia ini dan Nabi yang pengasih, Allah SWT yang menyempurnakan
agama bagi manusia dan menyempurnakan nikmat-Nya atas mereka,
sebagaimana firman-Nya:
"Pada
hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itujadi agama bagimu. "
(QS. al-Maidah: 3)
Namun
semua itu tidak terwujud begitu saja, Nabi yang mulia harus berjuang
secara serius dan sungguh-sungguh, sehingga beliau menjadi manusia yang
paling layak untuk mendapatkan pujian pendduduk bumi dan penduduk
langit. Dan Rasulullah saw telah melakukan semua itu. Kita tidak
mengenal seorang nabi yang perasaannya dihina dan dicaci maki lebih dari
apa diterima oleh Muhammad bin Abdillah; kita tidak mengenal seorang
nabi yang memikul berbagai penderitaan, dan memiliki kesabaran yang
mengagumkan di jalan Allah SWT sebagaimana yang ditunjukkan oleh Nabi
kita.
Kemudian,
seorang yang diutus oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi alam semesta
tidak akan mengajak manusia menuju kebenaran kecuali jika manusia
tersebut dari kalangan orang-orang yang kafir dan membangkang. Beliau
berdakwah bagi orang yang berhak mendapatkan dakwah; beliau siap memikul
tanggung jawab dakwah dengan berbagai tantangan dan cobaannya; beliau
menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Setelah itu, beliau datang kepada
Allah SWT dengan hati yang puas dan air mata yang bercucuran dan dengan
suara berbisik berkata: "Ya Allah, jika tidak ada kemurkaan pada
diri-Mu, maka aku tidak akan peduli dengan manusia." Segala sesuatu akan
menjadi mudah jika di sana terdapat ridha Allah SWT.
Setelah
turunnya wahyu kepada Rasul saw, beliau memulai tahapan dakwah dan
mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT. Dimulailah dakwah secara
rahasia yang berlangsung selama tiga tahun dalam persembunyian.
Mula-mula
Ummul Mu'minin, Khadijah binti Khuwailid beriman kepadanya, lalu
beriman juga sahabatnya, Abu Bakar sebagaimana beriman kepadanya anak
pamannya, Ali bin Abi Thalib yang saat itu masih kecil dan hidup di
bawah asuhan Muhammad, dan juga beriman kepadanya Zaid bin Tsabit,
seorang pembantunya. Kemudian Abu Bakar juga ikut berdakwah, sehingga ia
memasukkan dalam dakwah teman-temannya, seperti Usman bin Affan, Thalha
bin Ubaidilah, dan Sa'ad bin Abi Waqas. Juga beriman seorang Masehi,
yaitu Waraqah bin Nofel dan Rasulullah saw melihatnya setelah
kematiannya tanda kesenangan yang itu menunjukkan ketinggian derajatnya
di sisi Allah SWT. Setelah itu, Abu Dzar al-Ghifari juga masuk Islam,
lalu disusul oleh Zubair bin Awam dan Umar bin 'Anbasah serta Sa'id bin
'Ash. Jadi, Islam mulai mengepakkan sayapnya secara rahasia di Mekah.
Kemudian
berita tersebarnya akidah yang baru ini sampai kepada pembesar-pembesar
Quraisy, tetapi mereka tidak begitu peduli. Barangkali mereka
membayangkan bahwa Muhammad telah menjadi—karena uzlah yang dilakukannya
di gua Hira—salah seorang juru bicara tentang ketuhanan sebagaimana
pernah dilakukan oleh Umayah bin Shalt dan Qas bin Sa'adah.
Demikianlah
dakwah secara rahasia berhasil mengembangkan misinya dan dapat
melindungi akidah yang baru. Dan selama perjalanan tiga tahun yang
dibutuhkan tahapan dakwah secara rahasia keimanan telah tertanam dalam
hati kaum Muslim yang pertama. Rasulullah saw telah mendidik mereka dan
telah menanamkan kepada diri mereka sifat-sifat kemuliaan dan telah
menciptakan mereka sebagai benih pertama dari pasukan Islam. Pada suatu
hari Jibril turun dengan membawa firman Allah SWT:
"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat." (QS. asy-Syu'ara': 214)
Demikianlah,
datanglah perintah Ilahi agar Rasulullah saw berdakwah secara
terang-terangan. Lalu berkumpullah di sekeliling Nabi sekelompok tentara
yang besar dan datanglah perintah Ilahi agar beliau menyampaikan dakwah
secara terang-terangan dan mengingatkan keluarga dekatnya. Ketika Nabi
melakukan hal tersebut, maka dakwah memasuki tahapan yang kedua. Dan
tahapan dakwah yang baru ini berakibat pada timbulnya penekanan terhadap
para dai di mana mereka mengalami penindasan, bahkan mereka didustakan
oleh masyarakat serta diboikot.
Orang-orang
Quraisy mengetahui bahwa Muhammad berbahaya bagi mereka. Beliau bukan
hanya berbicara tentang ketuhanan, tetapi beliau mengajak rnanusia untuk
mengikuti agama baru, yaitu agama yang mencoba untuk menyingkirkan
berhala-berhala dan patung-patung mereka serta tuhan-tuhan mereka yang
mereka yakini; agama yang mencoba menyingkirkan kedudukan sosial mereka
dan kepentingan-kepentingan ekonomi mereka; agama yang menyatakan bahwa
tiada tuhan lain selain Allah SWT, dan tiada hukum lain selain
hukum-Nya, serta tiada penguasa lain selain Dia. Kedatangan agama
tersebut menyebabkan penduduk kota Mekah membencinya dan orang-orang
yang memegang kekuasaan di dalamnya merasa gelisah.
Setelah
pengumuman dakwah secara terang-terangan, dimulailah dan ditabuhlah
gendrang peperangan. Kemudian peperangan yang dahsyat terjadi antara
para pembesar Quraisy dan para pengikut Rasulullah saw. Orang yang
pertama kali menyerang Islam adalah seorang tokoh Mekah yang bernama Abu
Lahab.
Bukhari
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw menaiki bukit Shafa dan beliau mulai
memanggil-manggil tokoh Quraisy dan para kabilah Mekah. Dan ketika semua
berkumpul, beliau bertanya kepada mereka: "Apakah kalian percaya jika
aku memberitahu kalian bahwa seekor kuda akan datang menyerang kalian?"
Mereka menjawab: "Tentu, kami belum pernah melihatmu berbohong." Beliau
berkata: "Aku seorang yang diutus sebagai pemberi peringatan terhadap
kalian. Di hadapanku terdapat siksaan yang berat jika kalian menentang."
Abu Lahab berkata: "Sungguh celaka engkau, apakah karena ini engkau
mengumpulkan kami."
Dengan
penghinaan inilah, peperangan terhadap Islam dimulai. Ketika kaum
Muslim tidak mampu mempertahankan diri mereka, maka mula-mula Allah SWT
membantu mereka dan menolong mereka dengan menurunkan surah yang pendek
yang mengecam tindakan Abu Lahab:
"Binasalah
kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah
bermanfaat kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahahan. Kelak dia
akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) isterinya,
pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. " (QS.
Allahab: 1-5)
Dengan
ayat-ayat yang pendek dan tepat tersebut, Abu Lahab memasuki kancah
sejarah dari pintunya yang paling pendek. Gambaran tentang kejahatan Abu
Lahab tertulis selama-lamanya. Abu Lahab adalah seorang yang menentang
dakwah kebenaran karena ia mengkhawatirkan kedudukannya dan kekayaannya,
padahal harta yang dipertahankannya dan dijaganya tidak memiliki arti
sama sekali di sisi Allah SWT karena ia sekarang berada dan dijebloskan
di tengah-tengah neraka yang menyala-nyala, sedangkan isterinya membawa
kayu bakar, sehingga menambah nyala api itu sendiri. Dan di lehernya
terdapat suatu belenggu sebagai simbol keterikatannya dengan dunia
binatang yang tidak berakal. Sebagian besar orang-orang yang menentang
dakwah adalah orang-orang yang berhubungan dengan dunia binatang yang
tidak sadar.
Allah SWT berfirman:
"Atau
apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau
memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak,
bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). " (QS.
al-Furqan: 44)
Seandainya hari ini kita merenungkan reaksi orang-orang kafir dan orang-orang musyrik, maka kita akan terheran-heran.
Allah SWT berfirman:
"Dan
mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan
(rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: 'Ini adalah
seorang ahli sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan
tuhan-tuhan itu Tuhan yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu
hal yang sangat mengherankan'." (QS. Shad: 4-5)
Coba
perhatikan bagaimana kebodohan kaum itu di mana mereka menganggap bahwa
pada hakikatnya terdapat multi tuhan dan mereka jutru merasa heran
ketika terdapat hanya satu tuhan atau tuhan yang esa. Mereka justru
merasa heran ketika berhadapan dengan masalah yang fitri dan jelas ini.
Allah SWT berfirman:
"Dan
apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan kamu
sebagai ejekan (dengan mengatakan): 'Inikah orangnya yang diutus Allah
sebagai rasul? Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari
sembahan-sembahan kita, seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya. "
(QS. al-Furqan: 41-42)
Perhatikanlah
betapa nekatnya kaum itu di mana mereka mulai menghina dan mengejek
Rasulullah saw, padahal beliau telah datang di tengah-tengah mereka
untuk menyelamatkan mereka dari api neraka, dan coba perhatikan
bagaimana pandangan mereka terhadap tuhan-tuhan mereka. Mereka
membayangkan bahwa mereka nyaris tersesat jika mereka tidak bersabar
dalam membela tuhan-tuhan tersebut. Demikianlah kesesatan mengejek
kebenaran dan kebodohan menghina ilmu. Mereka justru merasa heran
terhadap kepandaiannya yang dapat menyelamatkannya dari meninggalkan
tuhan-tuhannya yang terbuat dari batu dan kayu, bahkan terkadang mereka
membuat tuhan dari adonan roti di mana mereka menyembahnya kemudian
memakannya. Mereka mengatakan bahwa tuhan-tuhan kami menyelamatkan kami
dari rasa lapar atau mereka mengatakan bahwa kami menyembah mereka agar
mereka dapat mendekatkan kami pada Allah sedekat-dekatnya.
Meskipun
demikian, dakwah Nabi terus berlanjut dan tertanam di muka bumi. Mereka
orang-orang musyrik menuduh Nabi sebagai seorang dukun; mereka
menuduhnya juga sebagai seorang gila, bahkan mereka menuduhnya sebagai
seorang penyihir; mereka menuduh bahwa beliau berbohong atas nama
kebenaran dan beliau dibantu oleh kaum yang lain; mereka mengatakan ini
adalah dongengan orang-orang yang dahulu.
Mereka
meminta kepada beliau untuk mendatangkan mukjizat dengan bentuk
tertentu; mereka memberitahu bahwa mereka tidak akan beriman kepadanya,
sehingga terdapat suatu mata air yang memancar dari bumi atau terwujud
di depan mereka suatu taman dari pohon kurma dan anggur yang memancar di
tengah-tengahnya sungai, atau langit akan runtuh sebagaimana yang
beliau sampaikan kepada mereka sebagai bentuk azab atau beliau datang
dengan Allah SWT dan para malaikat dan mereka semua menjamin kebenaran
dakwah yang diserukannya, atau beliau memiliki rumah dari emas atau
beliau mampu mendaki langit dan mereka masih belum beriman terhadap
pendakian itu meskipun ia mendaki di hadapan mata mereka dan kembali
dengan selamat, kecuali jika ia menghadirkan kitab kepada mereka yang
dapat mereka baca dari langit.
Nabi
tidak peduli dengan usaha mereka untuk menyakiti hati beliau; Nabi
tetap memberitahu mereka dengan penuh kelembutan bahwa apa saja yang
mereka minta itu tidak sesuai dengan Islam. Sebab, Islam hanya menyeru
akal dan berusaha menciptakan kebebasan. Beliau menyampaikan kepada
mereka bahwa beliau hanya sekadar manusia yang diutus oleh Tuhan; beliau
datang kepada mereka untuk mengingatkan mereka akan suatu hari di mana
seorang tua tidak akan menyelamatkan anaknya dan tidak bermanfaat di
dalamnya harta dan anak-anak, dan mereka tidak akan selamat di dalamnya
dari siksaan. Orang-orang yang mempunyai kedudukan atau para tokoh
mereka adalah para tiran-tiran di muka bumi di mana semua itu tidak akan
bermanfaat bagi mereka pada hari kiamat. Siksaan yang bakal mereka
terima tidak dapat mereka hindari dan mereka pun tidak dapat
meringankannya.
Demikianlah
Islam—sebagaimana agama-agama sebelumnya— mengumpulkan di sekelilingnya
orang-orang yang berakal dan orang-orang yang fakir serta orang-orang
yang menderita di muka bumi. Berimanlah sekelompok orang-orang fakir di
mana mereka menjadi kelompok sosial yang tertindas dan tersingkirkan di
Mekah. Mereka menjadi makanan empuk kelompok-kelompok yang lalim.
Islam
bukan hanya memberikan solusi ekonomi terhadap tragedi kehidupan atau
masyarakat, tetapi Islam memberikan solusi Ilahi terhadap keberadaan
manusia secara umum; Islam meyakini bahwa manusia bukan hanya sekadar
perut yang harus dikenyangkan dan naluri seksual yang harus dipuaskan,
manusia bukan hanya dilihat dan dinilai dari sisi ini, namun Islam
justru meletakkan manusia pada tempatnya yang hakiki, tanpa
membesar-besarkan atau mengecilkannya. Dalam pandangan Islam, manusia
terdiri dari bangunan fisik dan ruhani, terdiri dari akal dan ambisi dan
terdiri dari celupan dari Allah SWT dalam ruhnya.
Islam
tidak mementingkan fisik saja dan meninggalkan ruhani, begitu juga
sebaliknya. Terkadang fisik boleh jadi mendapatkan kebahagiaan dalam
kehidupan, tetapi ruhani justru mengalami penderitaan yang luar biasa.
Karena itu, pemuasan salah satu dimensi dari dimensi manusia tidak akan
membawa manusia kepada kesempurnaan atau kebahagiaan. Maka, Islam datang
untuk membawa suatu solusi yang dapat menyelamatkan manusia dari dalam
dirinya sendiri dan Islam membebankan tugas ini, yakni tugas perubahan
ini kepada Al-Qur'an.
Al-Qur'an
menjadi cermin dalam kehidupan di mana ayat-ayatnya diturunkan kepada
Rasul saw, lalu beliau mengajarkannya kepada kaum Muslim. Kemudian
Al-Qur'an berubah menjadi orang-orang yang berjalan di pasar-pasar dan
mengancam singgasana kebencian yang menguasai Mekah, sehingga
orang-orang musyrik justni meningkatkan usaha pengejekan dan penghinaan
terhadap Rasul saw. Oleh karena itu, beliau semakin sedih lalu Allah SWT
menghiburnya. Allah SWT memberitahu beliau bahwa mereka tidak
mendustakannya, tetapi mereka justru melalimi diri mereka sendiri.
Mereka mulai menentang Nabi dan ayat-ayat Allah SWT, padahal Nabi adalah
salah satu dari ayat Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya
Kami mengetahui bahwasannya apa yang mereka katakan itu menyedihkan
hatimu, (janganlah hamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan
mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang lalim itu mengingkari
ayat-ayat Allah." (QS. al-An'am: 33)
Kemudian
kaum musyrik meningkatkan penindasan kepada Rasul saw dan para
pengikutnya. Peperangan dimulai: dari peperangan urat saraf sampai
peperangan fisik. Mereka mulai menyiksa para pengikut Rasul saw, bahkan
membunuhnya. Pada saat itu, musuh-musuh Islam membayangkan bahwa dengan
cara menindas kaum Muslim dan menekan mereka dakwah Islam akan berhenti
dan kaum Muslin akan enggan untuk berdakwah. Mereka menganggap bahwa
kaum Muslim justru memilih untuk menyelamatkan diri mereka. Namun para
tokoh-tokoh Quraisy dan para tokoh-tokoh Mekah dikagetkan ketika melihat
penekanan yang mereka lakukan justru semakin membakar semangat kaum
Muslim untuk berdakwah. Saat itu kaum Muslim merasa yakin bahwa benih
yang telah ditanam Rasulullah saw dalam diri mereka menjadikan mereka
tetap bersemangat untuk menyebarkan risalah Allah SWT di muka bumi,
yaitu suatu risalah yang mengembalikan bumi menuju kematangan
(kesempurnaan) yang telah hilang darinya dan kema-nusiaan yang telah
disia-siakan serta kehormatan yang telah ditumpahkan dan kebebasan yang
telah hilang.
Kaum
Muslim yakin bahwa mereka bukan hanya membangun suatu negeri yang kecil
di Mekah, dan mereka bukan hanya memperbaiki masyarakat yang rusak,
yaitu masyarakat jazirah Arab, tetapi mereka mengetahui bahwa mereka
akan membangun suatu manusia yang baru. Mereka akan menciptakan manusia
seutuhnya; mereka akan menghadirkan dunia dalam bentuk yang baru dan
dalam gambar yang baru yang merupakan cermin dari gambar kebesaran sang
Pencipta.
Sebelum
kedatangan Islam, orang-orang Arab tidak dikenal. Dibandingkan dengan
peradaban yang dahulu dan modern, orang-orang Arab tidak memiliki
apa-apa. Mereka tidak memberikan kontribusi kepada dunia dalam bentuk
ilmu, seni, atau peninggalan apa pun yang dapat dijadikan sebagai
kebanggaan. Namun ketika Islam turun kepada mereka, mereka menjadi
cermin kejayaan manusia di mana mereka dapat memberikan sumbangan nyata
pada umat manusia. Bahkan orang-orang Barat banyak berhutang kepada
mereka dalam kemajuan yang mereka capai saat ini. Sebaliknya, ketika
mereka berpaling dari Islam di mana Islam hanya menjadi lembaran
cerita-cerita dan kertas-kertas yang tidak berguna, maka saat itulah
orang-orang Barat dapat menguasai kaum Muslim karena mereka justru
mendapatkan ilmu dari Kaum Muslim itu sendiri. Mereka justru mencapai
kemajuan ketika kaum Muslim meninggalkan agama mereka. Jadi, ketika kaum
Muslim memahami Islam secara benar dan berusaha untuk memnghidupkan
ajaran-ajarannya niscaya mereka akan mencapai puncak keilmuan.
Pada
awal-awal masa tersebarnya Islam, kaum Muslim menyadari bahwa mereka
menghadapi peperangan yang tidak akan berhenti. Selama kehidupan ada,
maka pertentangan pun tetap ada. Oleh karena itu, ketika mereka
mendapatkan penganiayaan dan siksaan, maka keimanan mereka justru
semakin meningkat, dan setiap penganiayaan yang dilakukan oleh kaum
Quraisy, maka mereka tetap bertahan untuk mempertahankan kebenaran.
Sebagai contoh, Amar bin Yasir mengalami penderitaan dan penganiayaan.
Ia adalah salah seorang budak yang menjadi korban dari sistem ekonomi
yang berlaku saat itu, yaitu ekonomi yang berdasarkan kepada sistem
perbudakan. Seorang yang beriman tersebut disiksa di Mekah di mana ia
tidak memperoleh kebebasannya yang hakiki kecuali setelah ia memeluk
Islam. Mereka mengeluarkannya ke gurun dan menyiksanya beserta ibunya.
Bahkan siksaan semakin meningkat atas ibunya agar ia kembali menjadi
musyrik. Ketika ia tetap mempertahankan keimanannya dan dengan tegas
menolak ajakan untuk menentang Islam, maka Abu Jahal menikamnya dengan
belati yang ada di dua tangannya. Ia pun meninggal. Dan Islam
mengorbankan syahidnya yang pertama. Wanita mulia itu bernama Sumayah,
ibu dari Amar bin Yasir.
Banyak
kalangan orang-orang bodoh mengatakan tentang persetujuan Islam
terhadap sistem perbudakan, atau Islam mendiamkan sistem perbudakan.
Mereka lupa bahwa Islam dibangun berdasarkan suatu prinsip yang ingin
membebaskan perbudakan dengan segala bentuknya; Islam ingin mengeluarkan
manusia dari kepemilikan sesama manusia menuju kepemilikan kepada Allah
SWT.
Jika
Islam tidak turun dengan nas-nas yang terperinci yang mengharamkan
sistem perbudakan, maka dasar-dasarnya secara umum dan prinsip-prinsip
utamanya menghentikan—baik dalam tindakan maupun ucapan—sumber-sumber
sistem ini. Allah SWT sebagai pemilik syariat mengetahui bahwa sistem
perbudakan adalah sistem ekonomi yang sementara yang akan berubah dengan
perubahan waktu, dan karena Islam tidak turun pada waktu yang terdapat
perbudakan saja, tetapi ia turun secara umum dan menyeluruh untuk setiap
zaman, maka Islam sengaja melewati bentuk-bentuk yang temporal ini dari
bentuk-bentuk eksploitasi menuju unsur yang pertama atau dasar pertama
yang menimbulkan bentuk-bentuk eksploitasi tersebut, sehingga Islam
mengharamkannya. Dengan cara demikian, Islam mengharamkan sistem
perbudakan secara bertahap, seperti proses pengharaman khamer. Jadi,
keseriusan Islam sangat menonjol dalam usaha menghapus dan mengharamkan
perbudakan.
Jika
dikatakan kepada kita bahwa Islam membolehkan para tentaranya untuk
memperbudak para tawanan perang, maka kita akan mengatakan bahwa Islam
menerapkan sistem ini sebagai bentuk pembalasan terhadap perlakuan yang
sama di mana musuh-musuh Islam menjadikan kaum Muslim sebagai
budak-budak mereka ketika mereka menawannya. Oleh karena itu, secara
alami orang-orang Islam pun menawan mereka sebagai budak-budak. Jika
Islam tidak melakukan yang demikian, maka boleh jadi Islam akan
dimain-mainkan dan ada kesempatan besar bagi orang-orang musyrik untuk
memperdaya Islam.
Demikianlah
bahwa dakwah Islam mengalami berbagai macam hambatan dan penindasan.
Dan ketika orang-orang yang tersiksa mengadu kepada Rasulullah saw atas
penindasan yang mereka terima, maka Rasulullah saw memberitahu mereka
dengan pembicaraan yang jelas bahwa para dai di jalan Allah SWT harus
mengorbankan kesenangan mereka, kedamaian mereka, dan darah mereka
sebagai harga yang pantas untuk tersebarnya dakwah Islam. Kebebasan
bukan diperoleh dengan cuma-cuma. Sejarah kehidupan menceritakan kepada
kita bahwa ia dipenuhi dengan gumpalan darah yang harus dibayar oleh
masyarakat untuk memerangi musuh-musuhnya dari luar dan dari dalam. Jika
ini dialami setiap orang yang menuntut kebebasan pada zaman dan tempat
tertentu, maka bagaimana dengan orang-orang yang menuntut kebebasan
manusia secara keseluruhan.
Seorang
Muslim hendaklah sadar bahwa dengan mengumumkan dakwahnya, maka ia
pasti akan menerima pengusiran, penindasan, penjara, pengepungan dan
pembunuhan. Ini adalah harga yang pantas yang harus dibayar ketika
berdakwah di jalan Allah SWT; inilah harga kebebasan. Bahkan terkadang
kaum yang batil pun membayamya dengan senang hati, maka bagaimana
mungkin orang-orang yang bersama kebenaran ragu untuk melakukannya.
Pada
hakikatnya, manusia cinta kepada keabadian. Secara naluri manusia
merasa takut pada azab dan kematian. Dan barangkali yang membedakan
orang-orang Islam yang hakiki dengan yang lainnya adalah bahwa mereka
terbebas dari rasa ketakutan dan cinta keabadian. Ini adalah tolok ukur
yang pasti untuk membedakan antara seorang Muslim yang hakiki dan
seorang Muslim yang hanya namanya atau Muslim warisan atau hanya klaim
semata.
Seorang
Muslim yang hakiki menyadari bahwa ajal di tangan Allah SWT, rezeki
adajuga di tangan-Nya, begitu juga keamanan semua ada di tangan-Nya.
Dengan keimanan seperti ini, ia memulai pergulatannya untuk menyebarkan
dakwah. Ia siap untuk menerima penyiksaan dan penderitaan di jalan Allah
SWT; ia pun siap meneteskan darahnya sebagai harga yang pantas yang
diberikannya dalam rangka memperoleh kebebasan. Ini semua dilakukanya
dengan begitu sederhana dan tidak ada rasa takut karena Islam
membebaskannya dari rasa ketakutan. Dahulu para pembangkang menggergaji
orang-orang yang menyeru di jalan Allah SWT dengan menggergaji saat
mereka dalam keadaan hidup-hidup.
Khabab
bin Irit pergi menemui Rasulullah saw dan meminta tolong kepada beliau
dari penyiksaan orang-orang Quraisy, sambil berkata: "Tidakkah engkau
menolong kami, wahai Rasulullah? Tidakkah engkau berdoa kepada kami, ya
Rasulullah?" Rasulullah saw menjawab: "Sungguh sebelum kalian terdapat
orang-orang yang berdakwah di jalan Allah SWT lalu mereka dimasukkan
dalam suatu galian tanah lalu mereka digergaji di mana tubuh mereka
dipisah menjadi dua, namun mereka tetap mempertahankan agamanya. Demi
Allah, sungguh Allah SWT akan menolong masalah ini tetapi kalian terlalu
tergesa-gesa."
Dengan
kalimat-kalimat yang penuh kesabaran dan keberanian ini, Rasulullah saw
ingin memahamkan kepada orang tersebut bahwa termasuk dari kesempurnaan
iman adalah membayar harga kebebasan. Jelas sekali bahwa Islam tidak
memberikan keuntungan bagi orang yang memeluknya. Orang-orang Islam yang
pertama tidak bertanya dan mengatakan: "Apa yang kita peroleh dari
agama ini?" Sebaliknya, mereka bertanya: "Apa yang kita bayar untuk
Islam?" Jawabannya adalah: "Segala sesuatu dimulai dari suapan-suapan
roti sampai darah yang tertumpah." Jadi, kaum Muslim yang pertama telah
membayar ongkos kebebasan. Mereka merasakan kedamaian yang luar biasa
untuk mempertahankan agama Allah SWT; mereka mendapatkan kepercayaan
yang tinggi tentang kemenangan kebenaran yang datang kepada mereka;
mereka justru memberitahu orang-orang musyrik bahwa mereka akan dapat
mengalahkan raja-raja Kisra dan Kaisar. Dengan dakwah yang mereka
lakukan, mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin di muka bumi. Kaum
musyrik justru memanfaatkan kepercayaan ini untuk mengejek mereka dan
menertawakan mereka.
Ketika
Aswad Ibnu Matlab dan orang-orang yang bersamanya melihat
sahabat-sahabat Nabi, maka mereka mengejek dan mengatakan: "Telah datang
kepada kalian pemimpin-pemimpin bumi yang esok akan mengalahkan
raja-raja Kisra dan Kaisar, kemudian mereka bersiul dan bertepuk
tangan." Namun kaum mukmin tidak peduli dengan ejekan tersebut.
Demikianlah bahwa ejekan demi ejekan terus menyertai dakwah kaum Muslim.
Kemudian kaum Quraisy mengadakan pertemuan yang bersejarah untuk
menyatukan pandangan dalam rangka menyerang Rasulullah saw. Kaum musyrik
menuduhnya bahwa beliau adalah seorang ahli sihir, dan pada kali yang
lain mereka menuduhnya bahwa beliau adalah dukun, dan pada kali yang
lain lagi mereka menuduhnya bahwa beliau adalah penyair, bahkan pada
kali yang lain mereka menuduhnya bahwa beliau adalah seorang yang gila.
Kemudian mereka semua sepakat untuk menuduh bahwa beliau adalah seorang
penyihir.
Walid
bin Mughirah yang terkenal sebagai orang yang terpandang di kalangan
mereka menuduh Rasulullah saw sebagai penyihir yang dapat memisahkan
antara sesama saudara dan antara seseorang dengan isterinya. Kemudian
mereka membikin kelompok-kelompok yang mengingatkan para pendatang di
Mekah bahwa Muhammad adalah seorang penyihir. Meskipun demikian, dakwah
Islam tetap berlangsung. Ia tetap tersebar dengan pelan namun pasti dan
kalimat-kalimat yang diutarakan Nabi justru mengingatkan perjanjian yang
pernah dilakukan oleh manusia, yaitu perjanjian saat Allah SWT
menyaksikannya ketika mereka masih di alam atom di punggung Adam:
"Bukankah aku Tuhan kalian? Mereka menjawab: 'Benar.'" (QS. al-A'raf: 172)
Bertambahlah
jumlah kaum Muslim hingga kaum Quraisy merasakan ketakutan. Mereka
mulai melihat bahwa penggunaan cara-cara kekerasan tidak selalu
berhasil. Kemudian mereka memilih untuk menggunakan cara baru, yaitu
bagaimana seandainya mereka menggunakan perdamaian dan perundingan.
Orang-orang Quraisy mengutus 'Utbah bin Rabi'ah, seorang lelaki yang
terkenal dengan kecerdasan dan kebijaksanaan sebagai juru runding.
'Utbah
berkata kepada Rasul saw: "Wahai anak saudaraku, kami mengetahui
kedudukanmu di sisi kami dari sisi nasab. Engkau datang kepada kaummu
dengan suatu hal yang besar di mana engkau memisahkan kelompok-kelompok
mereka. Maka dengarkanlah aku karena aku ingin berbicara tentang
beberapa hal. Barangkali engkau akan menerima sebagiannya." Rasul saw
berkata: "Silakan berbicara wahai 'Utbah." 'Utbah berkata: "Jika engkau
menginginkan harta niscaya kami akan mengumpulkan harta bagimu, sehingga
engkau akan menjadi orang yang paling kaya di antara kami, dan jika
engkau menginginkan kehormatan, maka kami akan memberi kehormatan itu
bagimu dan jika engkau menginginkan kekuasaan, maka kami akan
menyerahkan kekuasaan padamu dan jika engkau terkena penyakit yang
engkau tidak mampu menolaknya dari dirimu, maka kami akan mencarikan
tabib bagimu dan kami akan mengeluarkan harta kami sehingga engkau
sembuh."
Demikianlah 'Utbah mengakhiri pembicarannya. Kemudian ia menunggu reaksi Nabi. Lalu Rasulullah saw berkata:
"Dengan
nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Haa miim. Diturunkan
dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyanyang. Kitab yang
dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang
mengetahui. Yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan,
tetapi kebanyakan mereka berpaling (darinya);, maka mereka tidak (mau)
mendengarkan. Mereka berkata: 'Hati kami berada dalam tutupan (yang
menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada
sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu;
Sesungguhnya kami bekerja (pula).' Katakanlah: 'Bahwasannya aku hanyalah
seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasannya Tuhan
kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus
menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya. Dan kecelakaan besarlah
bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya), (yaitu) orang-orangyang
tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (hehidupan) akhirat.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh
mereka mendapat pahala yang tiada putus-putusnya.' Katakanlah:
'Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua
masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian
itulah Tuhan semesta alam. Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung
yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya
kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu
sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian dia menuju
kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia
berkata kepadanya dan kepada bumi: 'Datanglah kamu keduanya menurut
perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.' Keduanya menjawab: 'Kami
datang dengan suka hati.' Maha Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua
masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi
langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami
memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha
Perhasa lagi Maha Mengetahui. Jika mereka berpaling, maka katakanlah:
'Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa
kaum 'Ad dan kaum Tsamud." (QS. Fushilat: 1-13)
Rasulullah
saw telah menjawab tawaran 'Utbah di mana beliau memilih untuk
menghadapi tawaran dan iming-iming tersebut dengan membaca sebagian dari
surah Fhusilat yang merupakan salah satu surah Al-Qur'an yang
diturunkan oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril. 'Utbah bangkit dari
tempatnya ketika Rasulullah saw sampai pada firman-Nya:
"Jika
mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu
dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum "Ad dan kaum Tsamud. "
(QS. Fushilat: 13)
'Utbah
berdiri dalam keadaan takut dan segera menuju kaum Quraisy.
Bayang-bayang azab dunia terngiang di telinganya. Dan ketika ia sampai
ke orang Quraisy, ia mengusulkan agar orang-orang Quraisy membiarkan apa
saja yang dilakukan Muhammad. Gagallah perundingan dengan seorang
Muslim yang pertama, yaitu Rasulullah saw. Gagalnya perundingan tersebut
sebagai bentuk pemberitahuan tentang kembalinya tindak kekerasan dan
penyiksaan terhadap sahabat-sahabat Rasul saw. Kemudian kaum musyrik
semakin meningkatkan penindasan terhadap kaum Muslim. Rasulullah saw
sangat menderita melihat hal yang dirasakan para sahabatnya. Ketika kaum
Muslim membayar harga yang paling mahal sebagai konsekuensi dari akidah
yang mereka anut dan mereka dengan sabar memikul penderitaan di jalan
Allah SWT, maka Rasulullah saw mengisyaratkan mereka untuk berhijrah.
Beliau memberikan izin untuk berhijrah bagi orang yang ingin hijrah.
Kemudian
Dimulailah gelombang hijrah. Itu terjadi pada lima tahun dari turunnya
wahyu setelah dua tahun diumumkannya dakwah. Maka berhijrahlah ke
Habasyah enam belas orang Muslim. Mereka keluar secara rahasia dan
mereka menuju ke laut. Mereka berlayar meskipun orang-orang yang tinggal
di gurun sebenarnya tidak ingin berlayar karena mereka takut dari laut
dan mereka yakin bahwa manusia yang berlayar di laut akan menjadi ulat
di atas kayu-kayu yang berenang.
Selanjutnya,
gelombang hijrah yang kedua pun dimulai. Kali ini diikuti oleh delapan
puluh tiga orang laki-laki dan sembilan belas perempuan. Kemudian
orang-orang Quraisy berusaha untuk mengirim beberapa orang dan tetap
berusaha menyiksa dan menyakiti orang-orang yang berhijrah. Mereka
mengutus ke Najasyi, Raja Habasyah, orang-orang yang dapat
mempengaruhinya untuk menentang orang-orang yang berhijrah. Mereka
menuduh kaum Muslim meninggalkan agama nenek moyang mereka di Mekah dan
mereka juga tidak menganut agama Najasyi, yaitu agama Kristen. Kemudian
orang-orang Quraisy tidak lupa mengirim hadiah kepada Najasyi sebagai
bentuk suapan kepadanya. Tampaknya Najasyi seorang yang berakal lalu ia
mengutus seseorang kepada kaum muhajirin dan bertanya kepada mereka
tentang agama baru yang mereka anut. Kemudian kaum muhajirin
menceritakan kepadanya tentang Islam.
Najasyi
bertanya tentang Isa lalu mereka menjawab: "Ia adalah hamba Allah SWT
dan rasul-Nya dan ruh-Nya serta kalimat-Nya yang diletakkan kepada
Maryam, wanita yang perawan yang suci." Kemudian Najasyi mengambil satu
kayu kecil dari bumi dan mengatakan: "Penjelasan tentang Isa yang kalian
katakan tidak lebih dari kayu kecil ini. Pergilah kalian dan kalian
akan aman." Najasyi mengembalikan hadiah kaum Quraisy dan mengatakan:
"Allah tidak mengambil suap dariku sehingga aku tidak mungkin
mengambilnya dari kalian."
Demikianlah
kaum muhajirin tinggal di negeri yang damai, yaitu Habasyah negeri yang
dipimpin oleh seorang laki-laki yang diberi kematangan berpikir di mana
ia cenderung mengimani karakter al-Masih sebagai seorang manusia. Dan
salah satu keajaiban kekuasaan Ilahi adalah bahwa masyarakat Islam yang
berhijrah tersebut tidak mengalami kelemahan dalam akidahnya, namun
mereka justru merasakan kekuatan.
Allah
SWT memperkuat dakwah Islam dengan masuknya dua lelaki besar dalam
Islam, yaitu Hamzah, paman Nabi dan Umar bin Khatab. Kedua orang itu
mempunyai kepribadian yang tangguh di Mekah di mana masing-masing dari
mereka terkenal di tengah-tengah kaumnya. Allah SWT berkehendak untuk
memberi Islam dua orang lelaki yang tangguh di Mekah dan Allah SWT telah
meletakkan rahmat yang terpancar dalam hati mereka. Hamzah masuk Islam
karena dorongan emosi, fanatisme, dan rahmat terhadaporang-orang yang
tidak memberikan pembelaan kepada Muhammad saw.
Salah
seorang perempuan berkata kepada Hamzah: "Seandainya engkau melihat apa
yang diperoleh oleh anak dari saudaramu, Muhammad dari Abil Hakam bin
Hisyam (Abu Jahal). Sungguh Abu Jahal telah mencelanya dan menyakitinya,
sedangkan Muhammad hanya terdiam dan tidak mengatakan apa-apa."
Mendengar pengaduan itu, darah mendidih berkobar dalam urat-urat Hamzah.
Dengan kemarahan yang sangat, Hamzah mencari-cari Abu Jahal lalu ia
melihatnya sedang duduk-duduk di tengah-tengah kaumnya. Hamzah
mengangkat tangannya lalu memukulkannya ke kepala Abu Jahal sambil
berteriak: "Apakah engkau akan mengejek Muhammad, padahal aku berada di
atas agamanya."
Demikianlah
permulaan keislaman Hamzah. Hamzah adalah seorang yang mulia di mana
perasaannya berkobar ketika ia melihat anak saudaranya disiksa dan
dianiaya dan dia tidak mendapati seorang pun yang membelanya. Beginilah
sebab-sebab pertama dari keislaman Hamzah, namun sebab yang paling dalam
dan yang paling menentukan adalah rahmat Allah SWT yang telah
dianugerahkan kepadanya, meskipun Hamzah tidak mengetahuinya, yaitu
rahmat yang mendorongnya untuk tidak membiarkan seseorang pun menyakiti
lelaki yang berdakwah di jalan Allah SWT hanya karena ia seorang yang
lemah dan tidak mempunyai penolong. Jadi, Hamzah adalah penolongnya.
Sedangkan
Umar bin Khatab terkenal dengan ketangguhan sikap dan kekerasan
perilaku. Seringkali kaum Muslim mendapat siksaan darinya ketika ia
masih menganut jahiliah. Dan salah seorang yang mendapatkan siksaan
ciarinya adalah Amir bin Rabi'ah dan isterinya. Amir beserta istcrinya
menetapkan untuk berhijrah ke Habasyah. Umar bin Khatab menemuinya lalu
ia mendapati isteri Amir dan tidak mencmukan suaminya. Umar melihat
wanita itu sedang bersiap-siap untuk berhijrah lalu Umar berkata (saat
itu sumber rahmat telah memancar pada dirinya): "Apakah engkau akan
pergi wahai Ummu Abdillah?" Dengan nada jengkel, wanita itu berkata:
"Benar, demi Allah kami akan keluar dan menuju tanah Allah SWT. Engkau
telah menyiksa kami dan telah memaksa kami untuk berhijrah. Kami akan
pergi sehingga Allah SWT akan memberikan kelapangan kepada kami." Umar
berkata: "Mudah-mudahan Allah SWTmenemanimu."
Wanita
itu melihat tanda-tanda kelembutan dan kesedihan pada wajah Umar. Dan
ketika suaminya kembali, ia menceritakan kepadanya bahwa ia sangat
berharap kepada keislaman Umar. Lalu suaminya menjawab: "Ia tidak
mungkin masuk Islam sampai keledai Umar masuk Islam." Ia mengatkan
demikian karena ia melihat betapa bengisnya dan kejamnya Umar. Namun
perasaan lembut wanita itu lebih kuat daripada pandangan pikiran lelaki
itu dan keputusannya yang terlalu cepat kepada Umar.
Belum
lama mereka berhijrah sehingga Umar masuk Islam. Orang-orang muhajirin
mengeluarkan penutup sumur rahmat dalam dirinya. Dan barangkali Umar
merasa kebingungan lalu ia menetapkan untuk membunuh Rasul saw. Dengan
menghunuskan pedangnya, ia pergi menuju Rasul saw. Kemudian ia bertemu
dengan orang-orang yang memergokinya dalam keadaan kebingungan, lalu
mereka bertanya kepadanya, hendak kemana ia akan pergi? Umar menjawab:
"Aku hendak ke Muhammad aku akan membunuhnya sehingga orang-orang Arab
merasa tenteram." Dengan nada mengejek, seseorang berkata: "Tidakkah
engkau memulai dari keluargamu sebelum engkau membunuh Muhammad." Dengan
nada jengkel, Umar berkata: "Apa yang terjadi pada keluargaku?" Lelaki
itu menjawab: "Saudara perempuanmu dan suaminya telah masuk Islam,
sedangkan engkau tidak mengetahuinya." Umar segera mencari saudara
perempuannya dan suaminya di mana saat itu keduanya sedang membaca
Al-Qur'an.
Ketika
melihat Umar, mereka menyembunyikan Al-Qur'an. Umar bertanya:
"Sepertinya aku mendengar suara bisikan dari luar." Tetapi saudara
perempuannya mengatakan: "Tidak." Kemudian suaminya ikut campur dan Umar
pun tampak marah kepadanya. Wanita itu bangkit untuk membela suaminya
lalu Umar memukulnya sehingga darah segar mengucur darinya. Darah itu
justru membangkitkan sumber rahmat dari diri Umar. Akhirnya, Umar
mengambil air wudhu agar mereka mengizinkan untuk membaca Al-Qur'an.
Umar pun membacanya. Belum lama Umar membacanya sehingga ia pergi
menemui Rasul saw.
Tanpa
ragu, Umar memilih untuk masuk Islam. Dan pedang yang dibawanya itu
menjadi pedang yang paling kuat yang dengannya ia mempertahankan agama
Muhammad saw. Kemudian ia mengetuk pintu untuk menemui Rasul saw di mana
saat itu beliau bersama sahabatnya. Dari celah-celah pintu, sahabat
Nabi melihat Umar bin Khatab sedang menghunuskan pedang. Kemudian
sahabat itu kembali kepada Nabi dengan membawa berita yang sangat
mengejutkan ini. Ia menduga bahwa Umar datang dengan maksud jahat.
Rasulullah
saw bangkit dan memerintahkan para sahabatnya agar membiarkan Umar.
Rasulullah saw membukakan pintu Kemudian ia menyambut Umar bin Khatab
dan bertanya kepadanya apa yang diinginkannya. Umar menjawab bahwa ia
datang untuk mengucapkan dan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah utusan-Nya.
Orang-orang
Quraisy mulai merasa bahaya akan mereka temui setelah keislaman Umar
dan Hamzah. Para tokoh-tokoh Mekah dan orang-orang yang dihormati telah
masuk Islam. Sebelum Umar masuk Islam, kaum Muslim bertawaf di Ka'bah
secara rahasia dan dengan malu-malu, namun ketika Umar masuk Islam ia
menampakkan keislamannya dan ia menantang orang yang mencegahnya untuk
bertawaf, bahkan banyak orang-orang memberikan jalan padanya saat tawaf.
Mekah mengetahui bahwa ia menghadapi suatu dakwah yang akan dapat
mengubah jazirah Arab.
Rasa
ketakutan mulai menghantui para pemuka Quraisy dan mereka menetapkan
metode baru untuk menghadapi kaum Muslim. Mereka yang sebelumnya
menggunakan metode penghinaan dan pengejekan kini mulai mencoba untuk
memblokade kaum Muslim secara ekonomi dan kemanusiaan. Kaum musyrik
mengadakan perkumpulan dan pertemuan untuk memboikot kaum Muslim. Mereka
mengadakan pertemuan itu di Ka'bah, sebagai penghormatan kepadanya.
Orang-orang musyrik menghormati Ka'bah meskipun mereka memenuhinya
dengan berbagai macam patung yang mereka sembah dalam rangka mendekatkan
mereka kepada Allah. Pasal kesepakatan itu menetapkan, hendaklah
penduduk Mekah tidak menjual barang apapun kepada kaum Muslim dan
hendaklah mereka tidak menikah dengan kaum Muslim. Dengan ketetapan yang
kejam tersebut, mereka ingin menghancurkan kaum Muslim dan membunuh
perekonomian mereka. Rasulullah saw dan orang-orang yang beriman
kepadanya terpaksa berlindung di dusun Bani Hasyim. Mereka dilindungi
oleh keturunan Bani Muthalib, baik mereka orang-orang kafir maupun
orang-orang beriman kecuali musuh Allah SWT, Abu Jahal di rnana ia
bersama orang-orang Quraisy menentang kaummnya.
Kemudian
Dimulailah blokade ekonomi terhadap kaum Muslim di mana tidak ada
makanan dan minuman yang datang kepada mereka, sehingga penderitaan yang
sulit kini dialami oleh sahabat-sahabat Nabi. Ketika kafllah
perdagangan datang ke Mekah dan salah seorang dari sahabat Nabi menemui
mereka di pasar untuk membeli makanan untuk keluarganya, maka Abu Lahab
berdiri dan berkata kepada para penjual, wahai para pedagang,
mahalkanlah dagangan kalian terhadap sahabat-sahabat Muhammad, sehingga
mereka tidak mampu membelinya dan aku menjamin kerugian yang kalian
alami, bahkan aku akan membeli apa saja yang ingin mereka beli dari
kalian.
Mendengar
hal tersebut, para pedagang pun menjual barang dagangannya dengan harga
yang tidak wajar, sehingga seorang Muslim kembali ke rumah keluarganya
tanpa membawa sedikit pun makanan. Kemudian padagang itu pergi ke Abu
Lahab dan memin-ta kepadanya agar membeli barang yang ingin dibeli orang
Muslim. Demikianlah peperangan tersebut terus terjadi sehingga kaum
Muslim merasakan penderitaan yang sangat luar biasa di mana mereka dalam
keadaan kelaparan dan kekurangan pakaian yang layak. Peperangan ekonomi
ini terjadi selama tiga tahun penuh. Saking menderitanya para sahabat
sampai-sampai Sa'ad bin Abi Waqas pernah keluar pada suatu hari untuk
memenuhi hajatnya, lalu ia mendengar suara gemerincing di bawah air
kencing. Tiba-tiba ia menemukan sepotong kulit unta yang kering lalu ia
mengambilnya dan membasuhnya. Kemudian ia membakarnya dan mencucinya
dengan air sampai bersih lalu ia menjadikannya makanan selama tiga hari.
Selama
tiga tahun tersebut wahyu tetap turun kepada Rasul saw dan seakan-akan
ia melupakan bencana yang keras ini. Allah SWT ingin mendidik para
pengikut agama-Nya agar mereka mampu memikul segala penderitaan.
Meskipun
kaum Muslim mendapatkan berbagai ujian selama tiga tahun tersebut,
tetapi aktifitas dakwah Islam tidak pernah padam dan tidak pernah surut.
Kaum Muslim bertemu orang-orang selain mereka pada musim haji lalu
mereka berbicara kepada orang-orang tersebut tentang keberadaan Allah
SWT dan mereka meminta kepada para pengujung itu untuk mencari rahmat
Allah SWT dan ampunan-Nya. Keteguhan kaum Muslim dan keberanian mereka
telah memikat banyak orang sehingga mereka masuk Islam. Bahkan
orang-orang musyrik mulai bertanya kepada diri mereka dan mempertanyakan
kebenaran apa tindakan mereka. Lalu kecemburuan kepada kebenaran mulai
menyerang hati.
Kemudian
Selesailah peperangan ekonomi terhadap kaum Muslim di mana kaum musyrik
melihat itu tidak berdampak terlalu besar bagi kaum Muslim. Meskipun
kaum Muslim menerima penderitaan dan kerugian namun jumlah mereka tetap
bertambah dan keimanan mereka semakin kuat serta kepercaayaan kepada
Allah SWT pun semakin meningkat. Lalu datanglah tahun kesedihan kepada
Nabi. Belum lama Rasulullah saw merasakan dan menghirup udara segar
setelah tiga tahun masa blokade dan beliau ingin memulai kehidupan
barunya dan dakwahnya, sehingga beliau dikagetkan dengan kematian isteri
tercintanya Ummul Mukminin Khadijah dan kematian pamannya yang tercita
Abu Thalib.
Abu
Thalib adalah seorang yang besar yang memiliki kewibawaan di
tengah-tengah kaum Quraisy, sehingga usaha kaum Quraisy untuk menyakiti
Nabi menjadi terbatas ketika mereka berhadapan dengan "tembok
perlindungan" Abu Thalib kepada kemenakannya. Sedangkan Khadijah
merupakan tempat perlindungan dan kedamaian bagi Nabi. Ia adalah hati
yang sangat penyayang yang banyak menghibur Nabi saat beliau berdakwah.
Khadiijah adalah sebaik-baik teman dan sebaik-baik isteri. Begitu juga,
bagi Khadijah Rasulullah saw adalah sebaik-baik teman, sebaik-baik
suami, sebaik-baik pembantu, dan sebaik-baik sahabat.
Rasulullah
saw sangat sedih ketika kehilangan dua orang yang sangat berpengaruh
dalam kehidupannya itu, bahkan para sejarawan menamakan tahun tersebut
dengan tahun kesedihan. Sebaliknya, orangorang musyrik justru bergembira
dengan kesedihan Rasul saw itu. Mereka menganggap bahwa Rasul saw tidak
lagi memiliki seorang tua yang mampu melindunginya dan tidak lagi
memiliki seorang isteri yang dapat meringankan beban penderitaannya.
Setelah
kematian dua orang tcrscbut, penindasan dan penganiayaan kaum Quraisy
kepada Nabi semakin meningkat dan orang-orang musyrik memilih waktu yang
tepat untuk menyembelih binatang di Mekah lalu mereka membawa usus-usus
atau jeroan dari unta dan mereka melemparkannya dan meletakkannya di
atas punggung Nabi saat beliau sujud. Kemudian berita memilukan itu
sampai kepada putri tercintanya, Fatimah az-Zahrah, sehingga ia segera
datang dan berusaha membela ayahnya dan membersihkan kotoran yang ada di
pundak ayahnya itu. Demikianlah kemuliaan Siti Fatimah az-Zahra yang
senantiasa melindungi ayahnya.
Betapa
sedihnya Nabi saw ketika beliau melihat bahwa keadaan beliau sampai
pada batas di mana anak perempuan beliau pun turut membelanya. Namun
beliau tetap bersabar dalam berdakwah di jalan Allah SWT. Pada suatu
hari beliau berpikir untuk pergi ke Tha'if di mana di sana dihuni oleh
kaum Tha'if. Barangkali beliau berkata dalam dirinya: jika di sini aku
mendapati hati-hati yang telah membeku dan telah berhubungan mesra
dengan kebatilan ialu mengapa aku tidak pergi ke Tsaqif. Barangkali
Allah SWT akan membukakan pintu dakwah di sana. Mungkin di sana masih
terdapat hati yang akan terbuka guna menerima kebenaran.
Saat
itu kaum musyrik memberlakukan blokade umum atas dakwah yang dipimpin
oleh Rasulullah saw sehingga tekanan kepada beliau semakin meningkat
sampai pada batas di mana pergerakan dakwah tidak dapat bergerak satu
langkah pun. Keadaan demikian ini sangat menggelisahkan Nabi. Beliau
ingin untuk melepaskan belenggu yang mengikatnya. Lalu beliau memutuskan
untuk pergi ke Tha'if. Jarak antara Mekah dan Tha'if lebih dari tujuh
puluh kilo meter. Nabi menempuh perjalanan itu dengan jalan kaki, pergi
dan pulang.
Kita
tidak mengetahui pemikiran-pemikiran apa yang terlintas dalam benak
Rasulullah saw saat beliau pergi dan menemui kabilah yang kafir kepada
Allah SWT ini. Yang kita ketahui adalah bahwa beliau pergi ke sana
dengan membawa rahmat dunia dan akhirat. Tetapi mereka justru membalas
sikap baik Rasulullah saw itu dengan tindakan jahiliyah. Mereka bersikap
buruk kepada beliau dan mendustakannya. Rasulullah saw tinggal di sana
selama sepuluh hari. Beliau mondar-mandir dari satu rumah ke rumah yang
lain dan dari pasar ke pasar yang lain dan dari satu jalan ke jalan yang
lain. Tak seorang pun yang mendengar kedatangan beliau di sana; tak
seorang pun yang mau mendengar dakwah beliau dan tak seorang pun yang
mau beriman kepada ajakannya. Bahkan masyarakat di situ semakin
menjadijadi dalam menyerang Rasulullah saw dan mengejeknya.
Pada
hari yang terakhir yang mana beliau telah menetapkan untuk kembali ke
Mekah. Rasulullah saw berdiri di Tha'if dan mengharap kepada masyarakat
di sana agar merahasiakan kunjungannya kepada mereka sehingga pencelaan
yang beliau terima di Mekah terhadap agama yang dibawanya tidak semakin
menjadi-jadi. Tetapi penduduk Tha'if menolak permohonan yang terakhir
ini. Mereka tidak cukup melakukan hal itu tetapi mereka melakukan
perbuatan terburuk yang dilakukan manusia terhadap sesama manusia.
Mereka menahan keluarga orang-orang yang bodoh dan orang-orang biasa
untuk membentuk dua barisan dan memerintahkan mereka untuk melempari
Rasulullah saw dengan batu dan mengejeknya. Nabi keluar dari Tha'if dan
beliau mendapatkan lemparan bertubi-tubi dari keluarga Tha'if bahkan
beliau merasakan kepedihan saat kakinya terkena lemparan batu itu
sehingga darah suci mengucur dari kaki beliau.
Kemudian
Rasulullah saw diusir sehingga beliau sampai di suatu kebun yang
dimiliki oleh dua orang dari orang-orang kaya Tha'if. Di sana beliau
duduk di bawah naungan pohon anggur. Dua orang pemilik kebun itu merasa
kasihan melihat keadaan orang yang terusir dan terluka itu. Mereka
membawa kepadanya setangkai anggur dengan seorang pembantu. Pembantu
mereka adalah seorang Nasrani yang bernama Adas. Si pembantu meletakkan
setangkai anggur itu depan Rasul saw lalu beliau mengulurkan tangannya
kepadanya sambil berkata: "Bismillahirahmanirrahim (Dengan nama Allah
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Adas berkata kepada Nabi,
perkataan ini tidak begitu dikenal oleh penduduk negeri ini. Nabi
berkata: "Anda dari daerah mana?" Adas menjawab: "Aku adalah seorang
Nasrani dari Nainawa." Nabi berkata: "Apakah engkau dari desa lelaki
saleh Yunus bin Mata?" "Bagaimana engkau tahu tentang Yunus?, sambung
lelaki itu. Nabi berkata: "Itu adalah saudaraku. Ia adalah seorang Nabi
aku pun seorang Nabi."
Mendengar
jawaban Rasul saw, Adas segera merobohkan tubuhnya di depan kedua kaki
Rasul saw lalu ia menciuminya sambil menangis. Akhirnya, pembantu
Nasrani itu masuk Islam sehingga ia menambah barisan kaum Muslim. Ia
adalah seorang yang menjadi Muslim ketika Rasulullah saw berhijrah ke
Tha'if. Inilah harga yang harus dibayar Rasulullah saw sclania dua
minggu saat beliau berada di Tha'if, dan kemudian bcliau terkena cobaan
dengan mengucurnya darah dari kaki beliau akibat lemparan batu penghuni
Tha'if.
Kemudian
Rasulullah saw kcmbali ke Mekah beliau kembali dalam keadaan ditolak
oleh pcnduduk Tha'if dan kini beliau kembali menerima penolakan itu di
Mekah. Meskipun demikian, beliau merasakan kesedihan yang mendalam
melihat sikap kaumnya. Namun ketika kebencian semakin deras mengalir
kepada beliau, hati beliau justru semakin bersemangat dan semakin
dipenuhi dengan rahmat kemudian datanglah kepada Nabi masa di mana
tampak di dalamnya Islam asing, dan tampak di dalamnya Nabi seorang
diri, tanpa penolong.
Pada
saat demikian ini ketika manusia mulai meninggalkan Rasulullah saw lalu
langit turut campur dan terjadilah peristiwa besar dan mukjizat
terbesar pada diri Nabi, yaitu Isra' dan Mi'raj. Ia adalah mukjizat yang
tidak berhubungan dengan dakwah Islam; ia tidak datang untuk memperkuat
dakwah ini atau menetapkannya tetapi ia datang semata-mata untuk
memperkuat keteguhan Nabi dan sebagai penghormatan kepadanya.
Seakan-akan Allah SWT ingin berkata kepada Nabi, jika saja penduduk bumi
tidak memujimu, maka penduduk langit mengenal kedudukanmu dan
memberikan pujian yang layak kepadamu dan jika manusia menolak dakwahmu
dan menolak keberadaanmu, maka sesungguhnya Allah SWT memilihmu dan
memuliakanmu.
Untuk
melihat tanda-tanda kebesaran-Nya, munculnya mukjizat Isra' dan Mi'raj
dalam sejarah para nabi sebagai mukjizat satu-satunya yang tiada
tandingannya dibandingkan dengan kisah nabi yang lain. Kita mengetahui
bahwa di deretan para nabi ada nabi-nabi yang dinamakan oleh Allah SWT
sebagai para kekasih-Nya dan sebagai para pendamping-Nya, seperti Nabi
Ibrahim. Kita juga melihat bahwa di antara para nabi ada seseorang yang
diajak bicara oleh Allah SWT tanpa perantara, seperti Nabi Musa. Kita
juga melihat di antara para nabi ada yang didukung oleh Allah SWT dengan
ruhul kudus, seperti Nabi Isa. Tetapi untuk pertama kalinya kita berada
di hadapan seorang nabi yang diajak dan dipanggil oleh Allah SWT untuk
menuju ke sisi-Nya.
Beliau
naik bersama Jibril dengan jasadnya dan ruhaninya sehingga Jibril
berdiri di suatu tempat dan Nabi maju sendirian. Itu adalah tingkat dari
tingkat kehormatan di mana pena terasa keluh untuk mengungkapkannya dan
sejarawan tidak dapat menulis apa yang terjadi saat itu. Kita telah
melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang meminta kepada Tuhannya
agar memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan orang-orang
yang mati. Allah SWT bertanya kepadanya, apakah ia belum beriman akan
hal itu? Ibrahim menjawab: Bahwa ia beriman tetapi ia ingin menenangkan
hatinya.
Kita
juga melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang cintanya kepada
Allah SWT memancar dalam kalbunya sehingga ia meminta:
"Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". (QS. al-A'raf: 143)
Nabi Muhammad Saw (Bagian II)
Penulis By Unknown on November 25, 2015 | No comments
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya