Lalu orang-orang
kafir pun mengalami kekalahan. Setelah peperangan itu, terbunuhlah tujuh
puluh kafir dan tujuh puluh tawanan dari mereka dan sebagian pasukan
melarikan diri. Runtuhlah tokoh-tokoh kebencian dan kelaliman di
peperangan tersebut. Hancurlahlah Abu Jahal, pemimpin pasukan, dan
pahlawan-pahlawan Mekah kini terkapar.
Rasulullah
saw berdiri di depan bangkai-bangkai orang-orang kafir dan berkata:
"Wahai Utbah bin Rabi'ah, wahai Syaibah bin Rabi'ah, wahai Umayah bin
Khalf, wahai Abu Jahal bin Hisam, apakah kalian menemukan apa yang
dijanjikan oleh tuhan kalian kepada kalian. Sungguh aku telah menemukan
apa yang dijanjikan Tuhanku." Orang-orang Muslim berkata: "Ya
Rasulullah, apakah engkau memanggil kaum yang sudah mati?" Rasulullah
berkata: "Kalian tidak mengetahui apa yang aku katakan kepada mereka,
tetapi mereka tidak mampu menjawab perkataanku." Rasulullah saw tinggal
tiga malam di Badar kemudian beliau kembali ke Madinah. Di depan beliau
terdapat tawanan-tawanan perang dan ganimah.
Kaum
Muslim sangat menanggung beban berat dengan banyaknya tawanan perang.
Mula-mula Rasulullah saw bermusyawarah dengan sahabat Abu Bakar dan
Umar. Abu Bakar berkata: "Ya Rasulullah, mereka adalah keturunan dari
saudara-saudara dan keluarga, dan aku melihat lebih baik engkau
mengambil fidyah (tebusan) dari mereka sehingga apa yang engkau ambil
tersebut merupakan kekuatan bagi kita terhadap orang-orang kafir, dan
mudah-mudahan Allah SWT memberi petunjuk kepada mereka sehingga mereka
menjadi tulang punggung kita."
Kemudian
Rasulullah saw menoleh kepada Umar bin Khattab sambil berkata,
"bagaimana pendapatmu wahai Ibnul Khattab?" Lelaki itu berkata: "Demi
Allah, aku tidak sependapat dengan apa yang dikatakan Abu Bakar tetapi
aku berpendapat, seandainya aku mampu untuk bertemu dengan salah seorang
kerabatku, maka aku akan memukul lehernya, dan seandainya Ali mampu
bertemu dengan keluarganya, maka ia pun akan memukul lehernya begitu
Hamzah sehingga Allah SWT mengetahui bahwa tidak ada di hati kita
kelembutan kepada kaum musyrik."
Pasukan
Madinah dan pasukan Mekah terdiri dari keluarga-keluarga yang terikat
hubungan kekerabatan, namun kehendak Allah SWT menetapkan terjadinya
peperangan sesama keluarga: antara anak dan orang tuanya. Umar
menginginkan agar keadaan demikian terus berlanjut sehingga orang-orang
musyrik mengetahui bahwa Islam tidak ingin berdamai. Kemudian Selesailah
urusan itu dan terjadi peperangan di jalan Allah SWT dan mengangkat
senjata dan berperang adalah suatu kewajiban yang tiada keraguan di
dalamnya. Nabi saw menoleh kepada kaum Muslim dan mendapati sebagian
besar mereka cenderung kepada pendapat Abu Bakar. Nabi saw mengikuti
pendapat mayoritas saat itu. Pendapat mayoritas salah dan hanya Umar
yang benar.
Ini
adalah peperangan pertama yang dilalui oleh Islam. Hendaklah kaum
Muslim harus meninggalkan dorongan kemanusiaan mereka, yakni orang-orang
kafir harus dibunuh agar musuh-musuh Allah SWT mengetahui bahwa Islam
telah memilih darah. Allah SWT telah mendukung Umar bin Khattab dalam
Al-Qur'an sehingga Nabi saw dan Abu Bakar menangis ketika keduanya
menyadari kesalahan mereka pada hari berikutnya, lalu Umar memergoki
mereka dalam keadaan menangis dan ia bertanya, "apa yang menyebabkan
Rasulullah saw dan temannya di gua menangis?" Kemudian Rasulullah saw
membaca Al-Qur'an:
"Tidak
patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan
musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan
Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah
terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena
tebusan yang hamu ambil." (QS. al-Anfal: 67-68)
Kedua
ayat itu mengatakan bahwa ini bukan saatnya melindungi para tawanan dan
berusaha untuk menebus mereka. Waktu Demikian belum saatnya. Nabi tidak
berhak memiliki tawanan kecuali jika ia telah melakukan banyak
peperangan dan banyak berjihad dan telah banyak membunuh dan dakwahnya
telah mapan.
Kedua
ayat tersebut menyingkap tujuan di balik penebusan tawanan: "Kamu
menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala)
akhirat (untukmu)."
Demikianlah
pemikiran yang mempertimbangkan keadaan-keadaan aktual yang sulit. Itu
adalah pemikiran yang bersifat taktik sebagaimana yang kita ungkapkan
dalam istilah modern dan bukan pemikiran yang bersifat strategis.
Kemudian para tawanan tersebut bukan tawanan biasa tetapi menurut
istilah modern mereka adalah penjahat-penjahat perang. Oleh karena itu,
nyawa mereka harus ditumpahkan saat mereka dapat ditangkap, meskipun
mereka memiliki kekayaan yang banyak atau kedudukan yang tinggi. Islam
tidak mengakui kekayaan atau kedudukan, yang diakuinya adalah keimanan,
sedangkan pertimbangan-pertimbangan duniawi lainnya tidak dihiraukan
oleh Islam.
Nas
Al-Qur'an memperingatkan orang-orang yang menang bahwa kesalahan mereka
bisa berakibat pada datangnya siksaan yang bakal mereka terima tetapi
Allah SWT mengampuni mereka dan menurunkan rahmat-Nya: "Kalau sekiranya
tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu
ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil."
Siksaan
tersebut memang lebih dekat daripada pohon yang dekat ini, kemudian
Allah SWT mengampuni mereka dan Allah SWT mengampuni sahabat-sahabat
yang terjun di perang Badar, baik dosa yang lalu maupun dosa mereka yang
akan datang. Demikianlah Al-Qur'an ingin mendidik kaum Muslim agar
mereka tidak banyak mempertimbangkan urusan manusiawi saat berperang.
Jadi, Islam memulai peperangannya yaitu peperangan yang hanya ditujukan
kepada Allah SWT dan hendaklah peperangan tersebut dihilangkan dari
pertimbangan-pertimbangan yang sulit sehingga sahabat-sahabat Nabi
mengetahui bahwa kecenderungan kepada kesenangan duniawi akan berakibat
pada kekalahan mereka.
Dalam
peperangan Uhud jumlah kaum musyrik tiga ribu sedangkan jumlah kaum
Muslim tiga ratus pasukan setelah pemimpin orang-orang munafik Abdullah
bin Saba' mengundurkan diri pasukan. Kaum Muslim diletakkan di gunung
dan Rasulullah saw membuat rencana yang jitu untuk memenangkan
pertempuran di mana beliau membagi pasukan pemanah di puncak gunung
untuk melindungi punggung kaum Muslim dan melinduingi mereka dari
serangan dari arah belakang. Rasulullah saw memberi pengertian kepada
pasukan panah itu agar mereka tetap di tempatnya baik kaum Muslim menang
maupun kalah. Yakni bahwa pasukan pemanah tidak boleh turun dari gunung
dan meski berusaha untuk melindungi kaum Muslim. Rasulullah saw berkata
kepada mereka. "lindungilah punggung-punggung kami. Jika kalian melihat
kami sedang bertempur, maka kalian tidak usah turun darinya dan tidak
usah menolong kami, dan jika kalian melihat kami memperoleh kemenangan
dan mengambil ganimah, maka kalian tidak boleh ikut serta bersama kami."
Setelah
membuat keputusan tersebut, Rasulullah saw kembali ke pasukan yang lain,
lalu beliau membikin suatu rencana untuk menyerang. Dan Dimulailah
peperangan kemudian pasukan Islam mendorong pasukan musyrik laksana
angin yang kencang yang memporak-porandakan ribuan kaum musyrik. Pada
tahapan pertama pasukan Islam tampak menguasai medan dan berhasil
menyapu kaum musyrik sehingga pasukan Mekah tampak berputus asa meskipun
mereka unggul secara bilangan dan meskipun mereka memiliki kuatan
persenjataan yang lengkap, pasukan Mekah justru dikagetkan dengan
ketangguhan pasukan Muslim yang dapat memukul mundur mereka hingga
mereka membayangkan balwa mereka tidak dapat memenangkan peperangan atau
dapat bertahan di hadapan pasukan Muslim.
Debu-debu
peperangan mulai berterbangan yang menyertai tanda-tanda kekalahan
pasukan Mekah. Sementara itu, para pemanah yang diletakkan Rasulullah
saw di suatu tempat yang strategis berpikir untuk memperoleh ganimah.
Pasukan Mekah telah kalah dan mereka telah melarikan diri dari pasukan
Muslim, maka bagaimana seandainya para pemanah turun dari tempat mereka
untuk mengumpulkan harta rampasan dan ganimah. Rasulullah saw telah
mengingatkan mereka agar jangan meninggalkan tempat mereka, apa pun yang
terjadi tetapi pasukan pemanah itu justru berkhianat dan menentang
perintah Nabi saw setelah mereka membayangkan bahwa peperangan telah
selesai dan keuntungan akan diperoleh pasukan Madinah yang beriman.
Pasukan
pemanah mengira bahwa Allah SWT akan menutupi kesalahan mereka dan akan
melindungi mereka sehingga mereka berhasil mengambil harta rampasan dan
ganimah. Sungguh keikhlasan telah tercabut dari hati sebagian pasukan.
Belum lama hal tersebut berlangsung sehingga terjadilah perubahan yang
drastis pada peperangan. Pemimpin pasukan berkuda musyirik dalam
peperangan Uhud yaitu Khalid bin Walid yang kemudian ia menjadi tokoh
Muslim adalah orang yang sangat jenius dalam peperangan. Begitu ia
melihat pasukan pemanah lari dari tempat mereka, maka ia melihat celah
yang terbuka di tengah-tengah kaum Muslim, sehingga ia segera memutarkan
kudanya dan disertai pasukan yang mengikutinya. Kemudian ia menyerang
kaum Muslim dari belakang. Serangan yang dilakukan Khalid itu sangat
cepat dan sangat mengejutkan. Orang-orang musyrik mengambil kesempatan
emas. Mereka yang tadinya lari, kini mereka menarik diri dan justru
menyerang kembali.
Pasukan
Muslim dikepung dari dua arah oleh pasukan berkuda: satu dari belakang
dan yang lain dari depan. Kemudian berjatuhanlah korban-korban dari
pasukan Muhammad bin Abdillah. Banyak di antara mereka yang mati sebagai
syahid saat mempertahankan dan melindungi Rasulullah saw, bahkan sang
Nabi pun hidungnya terluka dan giginya pun runtuh dan kepala beliau yang
mulia terluka sehingga beliau mengucurkan darah.
Kemudian
tersebarlah isu bahwa Muhammad saw telah meninggal. Ketika mendengar
itu, kaum Muslim sangat terpukul dan sangat sedih sehingga kaum Muslim
pun terpecah-pecah. Sebagian mereka kembali ke Mekah dan sekelompok yang
lain ke atas gunung dan mereka tetap menjaga Nabi saw yang mulia.
Ketika mendengar kematian Nabi, Anas bin Nadhir berkata kepada kaumnya:
"Bangkitlah kalian dan matilah seperti kematiannya. Apa yang kalian
lakukan setelah kalian hidup sesudahnya."
Pasukan
Muslim tetap bertahan dan melakukan peperangan, lalu tekanan kaum
musyrik semakin berat kepada Nabi saw dan para sahabatnya. Kemudian
terjadilah kejadian yang paling sulit dalam sejarah umat Islam. Nabi saw
berteriak saat melihat kaum musyrik menekannya dan berusaha
membunuhnya: "Barangsiapa yang dapat mengusir mereka dariku, maka
baginya surga."
Mendengar
perkataan itu, kaum Muslim segera mengitari Nabi saw dan melindungi
beliau sehingga banyak dari mereka berguguran sebagai syahid. Bahkan
sahabat-sahabat Abu Juanah melindungi Nabi saw sampai-sampai punggungnya
dipenuhi dengan anak-anak panah. Ia bagaikan baju besi yang dipakai
kepada Nabi saw dan ia tetap kokoh melindungi sang Nabi saw. Kemudian
berubahlah keadaan karena keteguhan dan keberanian yang diperlihatkan
oleh kaum Muslim. Pasukan Mekah merasa puas dan mereka memilih untuk
menarik diri. Saat itu orang-orang Quraisy tidak lebih sedikit
penderitaannya daripada orang-orang Muslim.
Setelah
peperangan yang dahsyat itu, kaum musyrik menarik diri setelah mereka
berhasil membunuh beberapa orang Muslim, bahkan mereka berhasil melukai
pemimpin pasukan yaitu sang Nabi saw. Semua itu terjadi karena satu
kesalahan yaitu kesalahan terletak pada penentangan dan pembangkangan
para pemanah terhadap perintah sang Rasul saw dan usaha mereka untuk
meninggalkan tempat mereka.
Ketika
sebagian kelompok dari sahabat kehilangan pengorbanan dan kehilangan
sikap ikhlas dalam hati mereka, maka kesalahan tersebut harus dibayar
oleh tentara yang paling berani dan mulia di antara mereka yaitu sang
Nabi saw. Langit tidak ikut campur untuk menyelamatkan pasukan Islam
itu. Kesalahan kaum Muslim itu harus dibayar oleh Rasul saw di mana
wajah beliau pun terluka bahkan keluar darah yang cukup deras dari luka
beliau sehingga setiap kali dituangkan air di atas luka itu, maka darah
pun semakin deras mengucur. Darah itu tidak berhenti kecuali setelah
dibakarkan potongan tembikar lalu dilekatkan di atasnya.
Luka
beliau bukan hanya bersifat materi tetapi luka spiritual beliau dan
ruhani beliau pun semakin bertambah. Ini beliau rasakan ketika mendengar
bahwa pamannya Hamzah gugur sebagai syahid dan tidak cukup dengan itu,
bahkan istri Abu Sofyan yaitu Hindun membelah perutnya dan mengeluarkan
jantungnya serta mengunyahnya dengan mulutnya. Semua itu semakin
menambah kesedihan sang Nabi.
Kaum
Quraisy menguasi pasukan Muslim dan mereka memberlakukan dan menekan
kaum Muslim secara aniaya. Seandainya bukan karena rahmat Allah SWT
niscaya kaum Muslim akan mengalami kekalahan yang telak. Kemudian
turunlah dalam Al-Qur'an al-Karim ayat-ayat yang mendidik kaum Muslim
agar mereka benar-benar ikhlas dan memahamkan mereka bahwa kekalahan
mereka sebagai akibat dari adanya pasukan di antara mereka yang
menginginkan dunia meskipun di antara mereka ada sebagian yang
menginginkan akhirat. Jika terjadi demikian, maka tidak adajalan untuk
memperoleh kemenangan. Ini bukanlah hal yang diinginkan oleh pasukan
Muslim, yang diharapkan adalah hendaklah semua pasukan tertuju untuk
mencapai ridha Allah SWT dan hanya mengharapkan akhirat. Jika demikian
halnya, maka Allah SWT akan memberi mereka dunia dan akhirat.
Allah SWT berfirman dan menceritakan peperangan Uhud dalam surah Ali 'Imran:
"Di
antaramu ada orang yang menghendahi dunia dan di antara kamu ada
orangyang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari
mereka untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu.
Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang
beriman." (QS. Ali 'Imran:: 152)
Allah
SWT memaafkan hal itu. Orang-orang Muslim kini menghitung jumlah korban
mereka dan mengobati orang-orang yang terluka. Rasulullah saw bertanya
tentang pamannya Hamzah, dan ketika beliau mendapatinya di tengah-tengah
sahabat yang gugur, dan orang-orang kafir telah merusak jasadnya, maka
beliau berkata dalam keadaan menangis: "Tidak akan ada orang yang akan
tertimpa sepertimu selama-lamanya."
Kemudian
Nabi saw berdiri dan memuji Allah SWT lalu beliau memerintahkan untuk
mengembalikan orang-orang yang terbunuh dari kaum Muslim ke tempat asal
mereka di mana mereka terbunuh. Saat itu keluarga mereka telah
membawanya ke kuburan kemudian Nabi saw mengumpulkan kedua orang
laki-laki dari pahlawan-pahlawan Uhud dalam satu pakaian dan beliau
bertanya siapa di antara keduanya yang paling banyak mengambil manfaat
dari Al-Qur'an. Jika diisyaratkan kepada salah satunya, maka beliau akan
mendahulukannya untuk dimasukan dalam liang lahad.
Rasulullah
saw juga memerintahkan agar mereka dikebumikan dengan darah mereka dan
beliau pun tidak mensalati mereka, serta tidak memandikan mereka. Allah
SWT ingin memperlihatkan bagaimana mereka dibangkitkan pada hari kiamat
lalu beliau bersabda: "Tiada seorang pun yang terluka di jalan Allah SWT
kecuali Allah SWT membangkitkannya di hari kiamat dalam keadaan di mana
Iukanya akan mengucur darah. Warna itu adalah warna darah dan baunya
seperti minyak misik."
Bukanlah
penderitaan yang dalam yang merupakan pelajaran yang harus dimengerti
kaum Muslim dari peperangan Uhud sebagai akibat dari pembangkangan
mereka dari perintah Rasul saw dan ketidaktaatan mereka kepadanya,
tetapi wahyu juga menurunkan berbagai pelajaran yang lain yang dapat
dimanfaatkan. Pelajaran yang terpenting setelah pelajaran kesetiaan
adalah penjelasan tentang central utama yang di situ kaum Muslim
berkumpul. Pribadi Rasulullah saw bukanlah markas yang di situ kaum
Muslim berkumpul yang ketika pribadi Rasulullah saw yang mulia pergi
karena satu dan lain hal, maka orang-orang Muslim akan pergi dan
meninggalkan beliau. Tidak seharusnya pribadi Rasul saw menjadi markas
atau central tetapi yang menjadi central dari semuanya adalah pemikiran
beliau. Itulah yang paling penting.
Demikianlah
bahwa Al-Qur'an al-Karim mencela orang-orang yang meletakkan senjatanya
ketika tersebar isu terbunuhnya Nabi saw. Islam tidak akan mencapai
puncaknya ketika kaum Muslim berkumpul di sisi Rasulullah saw saat
beliau masih hidup namun ketika beliau terbunuh atau mati, maka mereka
murtad di mana mereka membuang senjatanya dan pergi mengurusi diri
mereka sendiri. Orang-orang Islam adalah orang-orang yang mengikuti
prinsip bukan mengikuti pribadi. Muhammad bin Abdillah memang seorang
pemimpin manusia dan Imam para rasul dan penutup para nabi, dan sebagai
makhluk Allah SWT yang paling mulia, namun ini semua tidak membenarkan
bahwa seorang Muslim diperbolehkan untuk meletakkan senjatanya ketika
Rasul saw wahfat atau terbunuh. Hendaklah seorang Muslim memanggul
senjatanya dan tidak membuang dari tangannya kecuali dalam dua keadaan:
pertama ketika ia telah memperoleh kemenangan dan kedua ketika ia telah
mati.
Nas
Al-Qur'an menjelaskan secara gamblang hubungan kaum Muslim dengan
akidah Islam, bukan dengan pribadi sang Rasul saw. Allah SWT berfirman:
"Muhammad
itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya
beberapa orang rasul. Apakahjika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik
ke belakang (tnurtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maha ia
tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah
akan memberi balasan kepada orang-orangyang bersyukur." (QS. Ali 'Imran:
144)
Demikianlah
bahwa peperangan Uhud telah membawa dampak yang luar biasa terhadap
kaum Muslim, utamanya terhadap Nabi saw. Orang-orang yang terbunuh di
perang Uhud adalah sahabat-sahabat yang paling mulia dan paling banyak
imannya. Mereka adalah pilihan dari orang-orang Muslim yang pertama;
mereka memikul beban dakwah di saat-saat yang sulit bahkan mereka harus
berhadapan dan memusuhi kerabat mereka dan teman-teman mereka; mereka
menjadi terasing saat menyatakan keislaman mereka sebelum hijrah dan
sesudahnya; mereka telah menginfakkan harta; mereka berjuang di jalan
Allah SWT; mereka telah bersabar dalam menanggung berbagai macam
penderitaan, dan ketika datang saat yang paling berbahaya dan pasukan
Islam telah terkepung di mana jiwa Rasul saw telah terancam, mereka
justru mencurahkan darah mereka bagaikan lautan yang menenggelamkan
orang-orang kafir dan mereka mampu melindungi sang Rasul saw dan
mengubah jalan peperangan serta menyelamatkan akidah tauhid.
Peperangan
Uhud bukanlah pengorbanan pertama yang dilakukan oleh kaum Muslim dan
bukanlah merupakan peperangan yang terakhir. Ia adalah satu peperangan
di antara cukup banyak peperangan yang dilalui oleh Islam untuk
menyebarkan kalimat Allah SWT di muka bumi dan membimbing
hamba-hamba-Nya. Begitu juga pengorbanan Rasul saw, dan peperangan Uhud
bukanlah pengorbanan yang pertama terhadap Islam dan bukan juga yang
terakhir. Rasulullah saw telah hidup setelah diutusnya kepada manusia di
mana beliau telah memberikan semuanya untuk kehidupan dan untuk dakwah;
beliau tidak memiliki dirinya sendiri; beliau tidak memboroskan
waktunya dengan sia-sia bahkan beliau beristirahat sedikit saja. Semua
kehidupan beliau diberikan kepada dakwah dan untuk Islam. Beliau
menjalani berbagai macam peperangan dan beliau memikul berbagai macam
penderitaan dan belum lama beliau lari dari suatu problem kecuali beliau
berhadapan dengan problem yang baru dan lain; belum lama beliau
menyelesaikan suatu krisis kecuali beliau menghadapi krisis yang lain.
Demikianlah kehidupan sang Nabi saw di mana beliau selalu memberikan
kontribusi dan sumbangannya demi kepentingan agama Allah SWT.
Silakan
Anda mengamati kehidupan sang Rasul saw dari sudut manapun yang Anda
inginkan niscaya Anda tidak akan menemukan sudut dari sudut-suduut
kehidupan beliau kecuali dimulai dan dipenuhi dengan pergulatan yang
hebat.
Rasulullah
saw telah melalui pergulatan militer dalam berbagai macam pertempuran
yang silih berganti yang beliau lakukan. Beliau memulai pergulatan
politiknya yang terwujud dalam perundingan-perundingan dan surat-surat
yang beliau kirimkan kepada penguasa dan para raja di berbagai negara
agar mereka memeluk Islam, bahkan beliau melakukan pergulatannya dalam
masalah pribadi di rumah tangga. Rumah tangga beliau pun tidak kosong
dari pergulatan. Beliau adalah pejuang sejati dalam setiap waktu. Kalau
kita mengenal Nabi Ibrahim sebagai seorang musafir di jalan Allah SWT,
maka Muhammad bin Abdillah adalah seorang pejuang di jalan Allah SWT.
Belum lama peperangan Uhud berakhir sehingga pengaruh-pengaruh buruknya
berbekas pada kaum Muslim. Orang-orang Arab Badui mulai berani bersikap
kurang ajar kepada mereka, demikianjuga orang-orang Yahudi, apalagi
orang-orang munafik dan tidak ketinggalan orang-orang Quraisy pun mulai
menyudutkan kaum Muslim.
Kemudian
datanglah utusan dari kabilah Arab kepada Rasul saw dan mereka
mengatakan kepada beliau bahwa mereka mendengar tentang Islam dan mereka
ingin memeluknya, maka hendaklah beliau mengutus kepada mereka beberapa
dai dan mubalig untuk mengajari mereka tentang dasar-dasar agama. Nabi
saw mengutus bersama mereka sekelompok para dai yang dipimpin oleh
'Ashim bin Tsabit. Temyata orang-orang itu berkhianat atas para
sahabat-sahabat yang berdakwah itu dan mereka pun dibunuh. Bahkan tiga
di antara mereka ditawan dan dijual di Mekah. Dijualnya mereka di Mekah
berarti mereka diserahkan pada kelompok orang-orang Quraisy yang telah
lama menunggu untuk menangkap kaum Muslim. Kaum Quraisy Mekah membunuh
tiga tawanan kaum Muslim itu. Orang-orang Muslim sangat sedih mendengar
dai-dai Allah SWT itu terbunuh dengan cara yang begitu tragis.
Ketika
datang kepada Nabi saw orang-orang yang minta pada beliau agar dikirim
utusan dari kalangan mubaligh untuk menyebarkan Islam untuk para kabilah
kaum Najd, maka Nabi kali ini betul-betul mempertimbangkan antara
kepentingan menyebarkan Islam dan perlindungan terhadap kehormatan
manusia. Lalu beliau memilih untuk kepentingan dakwah Islam. Beliau
menyadari bahwa beliau mengutus para sahabatnya dalam bahaya; beliau
memberitahu mereka bahwa mereka akan menghadapi suatu keadaan yang
misterius yang tiada mengetahuinya kecuali Allah SWT. Namun bahaya
tersebut sudah menjadi bagian dari cita rasa kehidupan yang selalu
meliputi dakwah Islam.
Ketika
Nabi saw mengutarakan kekhawatirannya terhadap para sahabatnya yang
bakal diutusnya di tengah kabilah itu, orang-orang yang meminta beliau
untuk mengutus para sahabatnya menyakinkan beliau bahwa mereka akan
melindungi sahabat beliau. Kemudian Nabi saw memerintahkan tujuh puluh
orang pilihan dari sahabatnya untuk pergi dan berjihad di jalan Allah
SWT serta mengajak manusia untuk mengikuti Islam. Lalu pergilah para
sahabat yang kemudian dikenal dengan sebutan al-Qurra' (yaitu
orang-orang yang pandai membaca Al-Qur'an dan menghapalnya). Mereka
adalah para dai yang terbaik yang diutus Nabi di mana pada siang hari
mereka memikul kayu bakar dan pada malam hari mereka sibuk dalam keadaan
salat. Ketika datang perintah Rasulullah saw kepada mereka untuk pergi
dan berdakwah mereka pun pergi dalam keadaan gembira karena mereka
diajak untuk berjihad di jalan Allah SWT. Mereka melangkahkan kaki
dengan mantap di tanah orang-orang munafik dan para penghianat sehingga
mereka sampai di suatu sumur yang bemama sumur Ma'unah. Kemudian mereka
mengutus salah seorang di antara mereka untuk menemui pemimpin
orang-orang kafir di negeri itu. Mubalig dari sahabat Rasulullah saw itu
menyampaikan surat Nabi yang dibawanya di mana beliau mengharapkan agar
masyarakat di situ masuk Islam, tetapi ia dikagetkan dengan adanya
pisau yang menembus punggungnya. Mubaligh itu berteriak saat ia
tersungkur: "sungguh aku beruntung demi Tuhan pemelihara Ka'bah."
Kemudian
pemimpin orang-orang kafir itu mengangkat senjata dan mengumpulkan para
kabilah untuk memerangi para mubaligh di jalan Allah SWT itu sehingga
sahabat-sahabat terbaik yang berdakwah di jalan Allah SWT itu pun gugur
di sumur Ma'unah. Jasad-jasad mereka menjadi makanan dari burung nasar
dan burung-burung yang lain. Dari tujuh puluh orang yang dikirim itu
hanya seorang yang selamat yang kembali kepada Nabi saw. Ia menceritakan
apa yang dialami oleh fuqaha-fuqaha Muslimin di mana mereka dikhianati.
Ketika mendengar berita tentang tragedi itu, Nabi sangat terpukul dan
sedih. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan berkata kepada
sahabat-sahabatnya: "Sungguh sahabat-sahabat kalian telah terbunuh dan
mereka telah meminta kepada Tuhan mereka. Mereka mengatakan, Tuhan kami,
berikanlah kami ujian sesuai dengan kehendak-Mu dan ridha-Mu. Apa saja
yang menjadi kepuasan-Mu kami pun akan merasakan kepuasan."
Sungguh
penderitaan yang dialami oleh Islam sangat berat, terutama yang menimpa
para sahabat yang gugur sebagai syahid di sumur Ma'unah. Nabi saw
sangat sedih mendengar sikap orang-orang Arab dan orang-orang kafir
terhadap Islam. Mereka telah mengejek dan merendahkan kaum mukmin sampai
pada batas ini. Kemudian beliau menetapkan akan kembali mengangkat
kewibawaan Islam dengan tindak kekerasan.
Dalam
keadaan seperti ini, bergeraklah orang-orang Yahudi untuk membunuh
Rasulullah saw. Pada suatu hari beliau pergi ke Bani Nadhir untuk
menyelesaikan suatu urusan. Kemudian mula-mula mereka menampakkan
persetujuan atas apa yang diucapkan beliau. Mereka mendudukkan Nabi di
bawah naungan benteng-benteng mereka, lalu mereka bersekongkol untuk
melenyapkan beliau; mereka menetapkan untuk melemparkan batu yang berat
dari atas benteng itu saat beliau duduk dan tidak membayangkan akan
terjadinya kejahatan yang direncanakan padanya. Namun Allah SWT
mengilhami Rasul-Nya akan datangnya bahaya kepada beliau, lalu beliau
bangun sebelum pelaksanaan tipu daya itu. Lalu beliau segera pergi
menuju rumahnya. Beliau berpikir saat beliau kembali ke rumahnya dengan
membawa penderitaan yang baru. Pembangkangan dan pengkhianatan tersebut
tidak akan dapat berhenti kecuali setelah Islam menunjukkan taringnya.
Islam ingin mengembalikan kewibawaannya dengan cara mengangkat senjata.
Rasul
saw mengutus utusan ke Bani Nadhir dan memerintahkan mereka untuk
keluar dari Madinah, bahkan Rasul saw memberi waktu kepada mereka hanya
sepuluh hari. Kemudian orang-orang munafik yang ada di Madinah bersatu
bersama orang-orang Yahudi dan mereka sepakat untuk memerangi Islam.
Namun ketika berhadapan dengan Islam, orang-orang Yahudi menelan
kekalahan. Kemudian turunlah surah al-Hasyr yang menyebutkan pengusiran
orang-orang Yahudi dan menyingkap kedok orang-orang munafik. Setelah
kemenangan yang meyakinkan ini, Rasul saw keluar bersama sahabatnya
untuk membalas kejadian yang menimpa sahabat-sahabatnya yang dikenal
dengan al-Qurra' itu. Rasul saw ingin mengembalikan kewibawaan Islam.
Kemudian pasukan Rasul saw itu mampu membuat para pengkhianat dari
orang-orang Arab ketakutan. Hanya sekadar mendengar nama pasukan Muslim,
maka serigala-serigala gurun yang dulu bengis itu pun ketakutan laksana
tikus-tikus yang panik yang bersembunyi di bawah lobang-lobang gunung.
Orang-orang Quraisy mendengar kegiatan pasukan Islam. Pasukan Quraisy
menarik diri saat mereka mendekati Dahran, sementara pasukan Muslim
berada di Badar. Mereka menunggu pertemuan yang disepakati di Uhud.
Orang-orang Muslim menyala-kan api selama delapan hari sebagai bentuk
tantangan dan menunggu kedatangan kaum kafir sehingga ketika mereka
(kaum kafir) telah pergi, maka citra kaum Muslim pun terangkat setelah
mereka menerima kepahitan dalam peperangan Uhud.
Kaum
Muslim menoleh ke arah utara jazirah Arab setelah menetapkan kewibawaan
mereka di selatan. Kabilah di sekitar Daumatul Jandal dekat dengan Syam
merampok di tengah jalan dan merampas kafilah yang berlalu di situ,
bahkan kenekatan mereka sampai pada batas di mana mereka berpikir untuk
menyerbu Madinah. Oleh karena itu, Rasulullah saw keluar bersama seribu
orang Muslim yang mereka bersembunyi di waktu siang dan berjalan di
waktu malam, sehingga setelah lima belas malam beliau sampai ke tempat
yang dekat dengan tempat tinggal musuh-musuh mereka lalu mereka
menggerebek tempat itu. Pasukan kafir itu dikagetkan dengan kedatangan
kaum Muslim yang begitu cepat.
Kita
akan mengetahui bahwa alat komunikasi yang dimiliki oleh Rasulullah saw
sangat unggul sebagaimana alat pertahanan beliau pun sangat unggul.
Serangan mendadak yang dilakukan oleh pasukan Rasulullah saw menunjukkan
bahwa mereka memiliki pertahanan yang luar biasa. Sistem pertahanan
yang luar biasa sebagaimana kedatangan pasukan yang secara tiba-tiba itu
menunjukkan kemampuan pasukan Islam untuk menyusup.
Demikianlah,
terjadilah hari-hari pertempuran militer. Belum lama Nabi saw
meletakkan baju besinya, dan beliau kembali membangun pribadi kaum
Muslim sehingga beliau terpaksa kembali memakai baju besinya dan kembali
berperang. Ketika musuh-musuh Islam yang berada di sekelilingnya
melihat bahwa kemampuan militer mereka tidak dapat menandingi kemampuan
kaum Muslim, maka mereka sengaja melakukan cara-cara baru untuk
memerangi Islam. Yaitu peperangan psikologis atau peperangan urat syaraf
dengan cara menyebarkan berbagai macam isu atau apa yang dinamakan
Al-Qur'an al-Karim dengan peristiwa al-Ifik (kebohongan). Setelah
peperangan Bani Musthaliq yaitu peperangan yang membawa kemenangan yang
cepat bagi kaum Muslim, terjadilah kesalahpahaman dan pertengkaran di
antara sahabat-sahabat yang biasa mengambil air di mana salah seorang
mereka berteriak: "wahai kaum Muhajirin," dan yang lain berteriak:
"Wahai kaum Anshar."
Peristiwa
yang sangat sepele itu dimanfaatkan oleh pemimpin kaum munafik yaitu
Abdullah bin Ubai. Abdullah bin Ubai memprovokasi orang-orang Anshar
untuk menyerang kaum Muhajirin. Ia ingin membangkitkan luka-luka
jahiliah yang lama yang telah dibuang dan telah dikubur oleh Islam,
Salah satu yang dikatakan oleh Ibnu Ubai adalah, "sungguh mereka telah
menyaingi kita dan mengambil kebaikan dari dan seandainya kita telah
kembali ke Madinah niscaya orang-orang yang mulai akan dapat mengusir
orang-orang yang hina di dalamnya."
Zaid
bin Arqam menyampaikan kalimat si munafik itu kepada Nabi saw, di mana
kalimat itu berisi provokasi terhadap orang-orang Anshar untuk menyerang
kaum Muhajirin. Ubai menginginkan agar mereka berpecah belah dan agar
kesatuan mereka runtuh. Si Munafik itu segera datang kepada Rasul saw
dan menafikan apa yang dikatakannya. Orang-orang Muslim secara lahiriah
membenarkan perkataan si munafik itu dan mereka justru menuduh Zaid bin
Arqam salah mendengar. Tetapi hakikat peristiwa itu tidak tersembunyi
dari Nabi saw sehingga peristiwa itu sangat menyedihkan beliau. Lalu
beliau mengeluarkan perintah agar para sahabat pergi ke suatu tempat
yang tidak biasanya mereka lalui. Kemudian beliau pergi bersama sahabat
di hari itu sampai waktu malam menyelimuti mereka. Dan kini, mereka
memasuki waktu pagi. Kepergian yang singkat dan tiba-tiba itu mampu
menepis kebohongan yang dirancang oleh si Munafik, Abdullah bin Ubai.
Yaitu kebohongan yang bertujuan untuk membakar persatuan kaum Muslim
ketika ia berusaha untuk menyalakan api di tengah-tengah rumah sang Nabi
saw.
Ketika
Nabi masih memiliki kekuatan yang menakutkan bagi yang mencoba
melawannya, maka mereka pun melakukan berbagai penipuan dan, makar. Dan
salah satu yang menjadi obyek tipu daya itu adalah istri beliau, yaitu
Aisyah. Alkisah, Aisyah pada suatu hari pergi untuk memenuhi hajatnya
lalu dilehernya terdapat anting-anting. Setelah ia memenuhi hajatnya,
anting-anting itu terjatuh dari lehernya dan ia tidak mengetahui. Ketika
Aisyah kembali dari kafilah yang telah siap-siap untuk pergi, ia
kembali mencari kalungnya sampai ia menemukannya. Sementara itu
orang-orang yang membawanya dalam tandu (haudaj) mengira Aisyah sudah
berada di dalamnya. Mereka tidak ragu dalam hal itu karena memang berat
badan Aisyah sangat ringan.
Pasukan
Nabi berjalan dan membawa tandu, sedangkan Aisyah tidak ada di
dalamnya. Aisyah kembali dan tidak mendapati pasukan di mana mereka
telah pergi. Aisyah merasa heran atas kepergian pasukan yang begitu
cepat. Aisyah merasa takut saat ia berdiri sendirian di padang gurun.
Aisyah berusaha bersikap baik, ia duduk di tempatnya di mana di situlah
untanya duduk juga. Aisyah melipat-lipat pakaiannya sambil berkata dalam
dirinya: Mereka akan mengetahui bahwa aku tidak ada dan karena itu
mereka akan kembali mencariku dan akan menemukan aku.
Sementara
itu, Sofwan bin Mu'athal juga tertinggal karena ia melakukan
keperluannya. Ia berjalan dari arah yang jauh lalu ia melihat bayangan
orang yang tidak begitu jelas. Sofwan mendekat dan tiba-tiba ia
mengetahui bahwa ia sedang berdiri di hadapan Aisyah. Ia melihat Aisyah
sebelum diwajibkannya perintah memakai hijab (jilbab) atas istri-istri
Nabi. Ketika melihatnya, Sofwan berkata: "Sesungguhnya kita milik Allah
SWT dan kepadanya kita akan kembali,... istri Rasulullah Aisyah tidak
menjawab.
Sofwan
mundur dan mendekatkan untanya kepadanya sambil berkata: "Silakan Anda
menaikinya." Aisyah pun menaikinya. Kemudian Sofwan membawanya pergi dan
mencari pasukan yang telah meninggalkannya. Sementara itu, pasukan Nabi
sedang beristirahat. Para sahabat mengira bahwa Aisyah masih berada
dalam tandu. Tiba-tiba mereka terkejut ketika Aisyah datang kepada
mereka bersama Sofwan yang menuntun untanya.
Tokoh
munafik Abdullah bin Ubai segera memanfaatkan kesempatan emas ini. Ia
membuat kisah bohong yang terkesan menuduh istri Nabi melakukan
pengkhianatan. Abdullah bin Ubai pandai memilih beberapa sahabat yang
dikenalinya sebagai orang-orang yang mudah percaya dan cenderung
membenarkan hal-hal yang bersifat lahiriah, atau ia mengetahui bahwa di
antara mereka dan Aisyah terdapat kedengkian sehingga mereka suka jika
tersebar kebohongan yang berkenaan dengan Aisyah.
Demikianlah
pemimpin munafik itu berhasil menjerat beberapa sahabat dalam tali
kebohongannya, di antaranya Hasan bin Sabit. Musthah, dan seorang wanita
yang dipanggil Hamnah binti Jahasv. yaitu saudara perempuan Zainab
binti Jahasy istri Rasulullah saw. Ketiga orang itu tertipu dengan
kebohongan tersebut lalu mereka menyebarkannya sehingga orang-orang yang
terjerat dalam kebo hongan itu mengatakan apa saja yang mereka
inginkan. Akhirnya. pasukan pun berguncang dengan isu itu. Sementara
itu, Aisvah tidak mengetahui sedikit pun tentang hal tersebut. Isu
tersebut bertujuan untuk menjatuhkan Islam dan melukai perasaan
RasuhiHah saw dan itu termasuk peperangan menentang Rasulullah saw dan
ajaran yang dibawanya. Begitu juga ia bertujuan menunjukkan bahwa kaum
Muslim tidak konsekuen dengan akidah yang mereka yakini dan secara tidak
langsung ia juga menyerang kesucian rumah tangga Aisyah.
Pasukan
kembali ke Mekah dan Aisyah jatuh sakit, namun ia tidak mengetahui
isu-isu yang dikatakan tentang dirinya. Kemudian Rasulullah saw
mendengar hal itu sebagaimana ayahnya Abu Bakar dan ibunya pun
mendengarnya, namun tak seorang pun di antara. mereka yang memberitahu
Aisyah. Begitu juga Rasul saw tidak menceritakan peristiwa itu di
hadapan Aisyah. Namun sikap beliau berubah di mana beliau tidak lagi
menunjukkan perhatiannya seperti biasanya saat Aisyah sakit. Ketika
beliau menemui Aisyah dan saat itu ibunya ada di situ, beliau berkata:
"Bagaimana keadaanmu?" Beliau tidak lebih dari mengucapkan kata-kata
itu. Ketika Aisyah melihat perubahan sikap Rasul saw, ia mulai marah.
Pada suatu hari ia berkata pada Nabi: "Seandainya engkau mengizinkan
aku, niscaya aku akan pindah ke tempat ibuku." Beliau menjawab: "Itu
tidak ada masalah."
Aisyah
pun pindah ke tempat ibunya dan ia tidak mengetahui sama sekali apa
yang sebenarnya terjadi padanya. Setelah melalui lebih dari dua puluh
malam, Aisyah sembuh dari sakitnya dan ia pun belum mengetahui hal-hal
yang dikatakan tentang dirinya. Umul mu'minin Aisyah menceritakan
bagaimana ia mengetahui isu bohong tersebut dan bagaimana Allah SWT
membebaskannya dari isu itu, ia berkata:
"Kami
adalah kaum Arab di mana kami tidak mengambil di rumah kami tanggung
jawab ini yang biasa di ambil oleh orang-orang Ajam. Kami membencinya.
Kami keluar untuk menikmati keluasan kota. Sementara itu para wanita
keluar pada setiap malam untuk memenuhi hajat mereka. Pada suatu malam,
aku keluar bersama Ummu Musthah untuk memenuhi sebagian keperluanku.
Lalu ia berkata: "Tidakkah kau sudah mendengar suatu berita wahai putri
Abu Bakar?" Aku bertanya, "berita apa itu?" Lalu ia memberitahukan
padaku apa-apa yang dikatakan oleh para penyebar kebohongan. Aku
berkata: "Apa ini memang benar?" Ia menjawab: "Demi Allah, ini
benar-benar terjadi." Aisyah berkata: "Demi Allah, aku tidak mampu
memenuhi hajatku." lalu aku pulang. Demi Allah, aku tetap menangis
sampai-sampai aku mengira bahwa tangisanku akan merusak jantungku dan
aku berkata kepada ibuku, mudah-mudahan Allah SWT mengampunimu, banyak
orang berbicara tentangku namun engkau tidak menceritakan sedikit pun
kepadaku. Ia berkata: "Wahai anakku, sabarlah demi Allah jarang sekali
wanita yang baik yang dicintai oleh seorang lelaki yang jika ia memiliki
istri-istri yang lain (madunya) kecuali wanita itu akan diterpa oleh
berbagai isu."
Aisyah
berkata: "Rasulullah saw berdiri dan menyampaikan pembicaraannya pada
mereka dan aku tidak mengetahui hal itu." Beliau memuji Allah SWT
kemudian berkata: "Wahai manusia, bagaimana keadaan kaum lelaki yang
menyakiti aku melalui keluar gaku dan mereka mengatakan sesuatu yang
tidak benar. Demi Allah, aku tidak mengenal mereka kecuali dalam
kebaikan. Lalu mereka mengatakan hal itu pada seorang lelaki yang aku
tidak mengenalnya kecuali dalam kebaikan di mana ia tidak memasuki suatu
rumah dari rumah-rumahku kecuali ia bersamaku."
Kemudian
Rasulullah saw memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid dan
bermusyawarah dengan keduanya. Usamah hanya melontarkan pujian dan
berkata: "Ya Rasulullah aku tidak mengenal istrimu kecuali dalam
kebaikan dan berita ini hanya kebohongan dan kebatilan," sedangkan Ali
berkata: 'Ya Rasulullah masih banyak wanita yang lain yang dapat kau
percaya." Kemudian Rasulullah saw memanggil Burairah dan bertanya
kepadanya, lalu Ali berdiri kepadanya dan memukulnya dengan keras sambil
berkata: "Jujurlah kepada Rasulullah saw," lalu wanita itu berkata:
"Demi Allah, aku tidak mengetahui kecuali kebaikan. Aku tidak pemah
mencela Aisyah kecuali pada suatu waktu aku sedang membikin adonan roti
lalu aku memerintahkannya untuk menjaganya namun Aisyah tertidur dan
datanglah kambing lalu adonan itu dimakan olehnya."
Aisyah
berkata: "Kemudian datanglah kepadaku Rasulullah saw dan saat tu aku
bersama kedua orang tuaku dan seorang wanita dari kaum Anshar. Aku
menangis dan wanita itu pun turut menangis. Rasulullah saw duduk lalu
memuji Allah SWT dan berkata: "Wahai Aisyah, sungguh kamu telah
mendengar sendiri apa yang dikatakan orang-orang tentang dirimu, maka
bertakwalah kepada Allah SWT dan jika engkau telah melakukan keburukan
seperti yang diucapkan orang-orang itu, maka bertaubatlah kepada Allah
SWT karena sesungguhnya Allah SWT menerima taubat dari hamba-hamba-Nya."
Aisyah berkata, "demi Allah, itu tidak lain hanya kebohongan yang
dialamatkan kepadaku sehingga membuat air mataku kering. Aku sama sekali
tidak seperti yang mereka katakan," lalu aku menunggu kedua orang tuaku
untuk mengatakan tentang diriku namun mereka justru terdiam. Aisyah
berkata, "demi Allah aku merasa sebagai seorang yang hina yang tidak
layak diturunkan Al-Qur'an dari Allah SWT berkenaan denganku, tetapi aku
hanya berharap agar Nabi saw melihat kebohongan yang dialamatkan
kepadaku itu sehingga ia memastikan terbebasnya aku darinya."
Aisyah
berkata: "Ketika aku tidak melihat kedua orang tuaku berbicara aku
berkata kepada mereka tidakkah kalian menjawab apa yang dikatakan
Rasuullah saw?" Mereka berkata: "Demi Allah kami tidak mengetahui apa
yang harus kami jawab." Aku mengetahui bahwa aku bebas dari tuduhan itu.
Tiba-tiba Rasulullah saw mengusap keringat dari wajahnya sambil
berkata: "Bergembiralah wahai Aisyah karena sesungguhnya Allah SWT telah
menurunkan ayat yang membebaskan kamu dari tuduhan itu," lalu aku
berkata: "Segala puji bagi Allah SWT." Kemudian beliau keluar menemui
para sahabat dan membacakan kepada mereka ayat berikut ini:
"Sesungguhnya
orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu
juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu.
Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang
dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang
terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya azab yang
besar. " (QS. an-Nur: 11)
Jibril
turun kepada Nabi saw untuk menyampaikan terbebasnya Aisyah dari segala
tuduhan yang ditujukan kepadanya. Dan gagallah peperangan psikologis
menentang kaum Muslim dan rumah tangga Rasulullah saw, dan
kelompok-kelompok kafir meyakini bahwa mereka harus menggunakan cara
baru lagi untuk menentang Islam. Kemudian Rasulullah saw kembali
memasuki pergulatan menentang peperangan fisik. Peperang Khandaq
termasuk contoh peperangan fisik yang dilakukan oleh Rasulullah saw.
Orang-orang Yahudi menyerahkan urasan mereka kepada kaum musyrik, dan
Dimulailah rangkaian persekongkolan dan sumpah di antara tokoh-tokoh
Yahudi dan pemimpin-pemimpin kaum musyrik, bahkan pendeta-pendeta Yahudi
berfatwa bahwa agama Quraisy yang disimbolkan dengan penyembahan
berhala lebih baik daripada agama Muhammad yang penyembahan hanya layak
ditujukan kepada Tuhan Yang Esa sebagaimana tradisi jahiliah lebih baik
daripada ajaran Al-Qur'an.
Politik
kaum Yahudi berhasil menyatukan kelompok-kelompok orang kafir dan
mengerahkannya untuk menentang kaum Muslim. Kemudian mereka akan
menyerang Madinah dengan jumlah kekuatan sepuluh ribu tentara. Akhirnya,
berita itu sampai ke Nabi saw. Beliau tidak heran ketika mendengar
orang-orang Yahudi bersatu—padahal mereka mempunyai azas agama yang
menyeru kepada tauhid—bersama kaum musyrik menentang agama tauhid. Nabi
saw mengetahui bahwa perjanjian telah lama membelenggu orang-orang
Yahudi sehingga hati mereka menjadi keras dan hari telah menjauhkan
antara mereka dan sumber yang jernih yang dipancarkan oleh Musa.
Akhirnya, mereka menjadi buah yang rusak yang kulitnya bergambar tauhid
namun isinya bergambar kepahitan syirik. Dan yang lebih penting dari itu
adalah kesamaan kepentingan kaum Yahudi dan kaum musyrik.
Nabi
saw menyadari bahwa beliau sekarang menghadapi ancaman dan pasukan yang
besar. Pertempuran secara terbuka tidak memberi keuntungan bagi
Muslimin. Beliau mulai berpikir bagaimana cara mempertahankan Madinah
tanpa harus keluar darinya. Kali ini taktik militernya berubah di mana
sebelum itu beliau keluar dari Madinah dan menjauhinya serta menyerang
kelompok-kelompok yang berencana menyerbu Madinah. Kali ini bentuk
ancaman berbeda dan tentu pikiran Nabi pun berubah karena mengikuti
perbedaan ancaman itu.
Kemudian
beliau mengadakan pertemuan militer bersama para tentaranya. Beliau
ingin mendengar berbagai usulan tentang bagaimana cara mempertahankan
Madinah. Lalu Salman al-Farisi mengusulkan agar Nabi menggali suatu
parit yang dalam di sekeliling Madinah yaitu parit yang seperti
bendungan alami yang dapat menahan laju banjir yang ingin maju, suatu
parit yang pasukan berkuda tidak akan mampu melewatinya dan kaum Muslim
dapat mempertahankan diri dari belakangnya. Mula-mula usulan itu
terkesan agak mustahil diwujudkan namun pada akhirnya Nabi menyetujui
usulan Salman itu. Melalui sensifitas militernya yang mengagumkan,
beliau mengetahui bahwa situasi cukup genting dan karenanya ia menuntut
usaha keras untuk dapat melaluinya. Nabi saw memerintahkan para sahabat
untuk menggali parit di sekitar Madinah. Pekerjaan itu sangat berat dan
saat itu musim dingin di mana udara sangat dingin. Di samping itu, kaum
Muslim sedang mengalami krisis ekonomi yang mengancam Madinah, meskipun
demikian, penggalian parti tetap dilaksanakan, bahkan Rasulullah saw
terjun langsung untuk membuat galian dan memikul tanah.
Kaum
Muslim dengan semangat yang luar biasa dapat menyelesaikan penggalian
parit itu meskipun kehidupan sangat keras dan mereka merasakan kelaparan
karena kekurangan harta. Namun semangat pasukan Islam tetap meninggi.
Mereka percaya akan datangnya kemenangan dan pertolongan dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan
tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu
itu, mereka berkata: 'lnilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada
kita.' Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah
menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan." (QS. al-Ahzab: 22)
Pasukan
Quraisy mulai mendekati Madinah dan tiba-tiba Madinah berubah menjadi
jazirah cinta di tengah-tengah lautan kebencian, lautan itu mulai
menghantam jazirah dan berusaha menenggelamkannya dari dalam. Kemudian
bertebaranlah panah-panah kaum Muslim untuk menghalau pasukan kafir yang
cukup banyak. Pasukankafir mulai berputar-putar di sekeliling parit
dalam keadaan bingung: apa gerangan yang telah dilakukan pasukan Islam,
bagaimana mereka dapat menggali parit ini?
Kuda-kuda
musuh berusaha melalui parit itu namun pasukan Muslim segera
menyerangnya. Demikianlah peperangan Ahzab terus berlangsung. Pada
hakikatnya ia adalah peperangan urat syaraf. Pasukan musuh mengepung
Madinah selama tiga minggu di mana serangan demi serangan terus
dilakukan sepanjang siang dan mata mereka tetap terjaga sepanjang malam.
Bahkan saking dahsyatnya pertempuran itu sehingga kaum Muslim tidak
mengetahui apakah pasukan musuh berhasil menduduki Madinah atau tidak,
dan apakah para musuh berhasil menembus lubang yang mereka bangun? Allah
SWT menggambarkan keadaan peperangan Ahzab dalam firman-Nya:
"(Yaitu)
ketiha mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketiha
tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke
tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam
persangkaan. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan
hatinya dengan goncangan yang dahysat." (QS. al-Ahzab: 10-11)
Keadaan
semakin buruk di mana orang-orang Yahudi membatalkan perjanjian mereka
dengan kaum Muslim dan mereka bergabung dengan al-Ahzab. Demikianlah
Bani Quraizhah membatalkan perjanjiannya dan mereka lupa terhadap
pengkhianatan bani Nadhir dan pembalasan Nabi saw terhadap mereka.
Setiap hari keadaan semakin buruk.
Kaum
Muslim benar-benar mengalami ujian yang berat di mana pikiran mereka
benar-benar kacau. Ketika keadaan mencapai puncaknya kaum Muslim
bertanya kepada Rasul saw, "apa yang harus mereka katakan?" Rasulullah
saw memberitahu agar mereka mengatakan: "Ya Allah, kalahkanlah mereka
dan tolonglah kami untuk mengatasi mereka."
Doa
tersebut keluar dari mulut-mulut kaum yang telah melaksanakan kewajiban
mereka dan telah membuat mukjizat mereka dalam menghalau serangan.
Jadi, mereka tidak memiliki apa-apa selain doa dan Allah SWT-lah Yang
Maha Mendengar permintaan hamba-Nya dan Dia yang mengabulkannya. Dia
mengetahui orang yang melaksanakan kewajibannya dan akan mengabulkan
orang yang berdoa.
Akhirnya,
kaum Muslim benar-benar mendapatkan rahmat Allah SWT. Kemudian
perjalanan pertempuran bergerak dengan cara yang tidak bisa dipahami.
Para penyerang menyadari bahwa mereka sebenamya telah kalah di mana
mereka telah menyerang selama tiga pekan namun serangan tersebut tidak
memberikan hasil apa pun. Mereka telah mencurahkan berbagai upaya namun
tanpa memberikan hasil yang diharapkan dan boleh jadi mereka akan tetap
begini selama tiga tahun.
Kemudian
datanglah suatu malam di mana kaum Muslim belum pernah melihat malam
segelap itu dan angin sekencang itu, bahkan saking kerasnya angin
sampai-sampai suaranya laksana halilintar. Bahkan saking gelapnya malam
itu sehingga tak seorang pun di antara umat Islam yang mampu melihat
jari-jari tangannya atau berdiri dari tempatnya karena saking dinginnya
cuaca. Kemudian Nabi saw datang menemui Hudaifah bin Yaman. Beliau tidak
mampu melihatnya meskipun beliau berdiri di sebelahnya. Nabi saw
bertanya: "Siapa ini?" Hudaifah menjawab: "Aku adalah Hudaifah." Nabi
saw berkata: "Oh, kamu Hudaifah." Hudaifah tetap tinggal di tempatnya
karena ia khawatir jika ia berdiri ia akan tidak mampu karena saking
dinginnya dan akan menabrak Rasul saw. Rasul saw berkata kepada
Hudaifah, "Aku kehilangan berita penting tentang keadaan kaum yang
menyerang kita."
Hudaifah
sebagai mata-mata dari pasukan Islam merasakan ketakutan di mana ia
tidak mampu menahan cuaca yang begitu dingin, lalu bagaimana ia dapat
berdiri dan keluar dari Madinah menuju ke tempat pasukan musuh dan
menyusup di tengah barisan mereka lalu kembali kepada Nabi saw dengan
membawa berita tentang mereka. Hudaifah bangkit dari tempatnya ketika
Nabi saw selesai dari pembicaraannya. Nabi saw memberikan doa kebaikan
kepadanya. Hudaifah pun pergi dan kehangatan keimanannya mengalahkan
kegelapan malam dan kedinginan cuaca. Ia keluar dari Madinah dan
menyusup di tengah-tengah pasukan musuh. Nabi saw memerintahkannya untuk
tidak melakukan tindakan apa pun selain mendapatkan berita dan kembali.
Inilah tugas utamanya. Hudaifah sampai di tengah-tengah musuh. Mereka
berusaha menyalakan api namun angin segera mematikannya sebelum menyala
dan di dekat api itu terdapat seorang lelaki yang berdiri sambil
mengulurkan tangannya ke arah api dengan maksud untuk menghangatkannya.
Lelaki itu adalah pemimpin kaum musyrik yaitu Abu Sofyan.
Melihat
itu, Hudaifah segera memasang anak panah pada busur yang dibawanya dan
ia ingin memanahnya. Seandainya ia berhasil membunuhnya, maka kaum
Muslim dapat merasa tenang dengannya, namun ia ingat pesan Rasulullah
saw kepadanya agar ia tidak melakukan tindakan apa pun. Kemudian ia
kembali meletakkan anak panahnya dan menyembunyikannya.
Abu
Sofyan berkata: "Wahai orang-orang Quraisy situasi saat ini tidak
menguntungkan bagi kalian, maka pergilah kalian karena aku pun akan
pergi." Abu Sofyan melompat ke atas untanya lalu mendudukinya dan
memukulnya sehingga unta itu bangkit.
Hudaifah
kembali menemui Rasulullah saw dengan membawa berita mundumya pasukan
Ahzab dan gagalnya serangan mereka. Ketika mendengar peristiwa penarikan
mundur pasukan musuh, Rasulullah saw berkata: "Sekarang kita akan
menyerang mereka dan mereka tidak akan menyerang kita." Belum lama
pasukan Ahzab kembali ke negerinya dengan tangan hampa sehingga beliau
keluar dari Madinah bersama pasukannya menuju ke kaum Yahudi Bani
Quraizhah. Orang-orang Yahudi itu telah mengkhianati peijanjian mereka
bersama Nabi saw. Mereka menipu Islam di saat-saat genting. Oleh karena
itu, mereka harus membayar biaya pengkhianatan mereka sekarang.
Nabi
saw memerintahkan agar para sahabat tidak melaksanakan salat Ashar
kecuali di Bani Quraizhah. Kaum Muslim memahami bahwa perintah tersebut
berarti mereka akan menerobos benteng kaum Yahudi sebelum matahari
tenggelam.
Orang-orang
Yahudi menelan kekalahan pahit lalu mereka datang kepada Sa'ad bin
Mu'ad agar ia memutuskan perkara mereka. Sa'ad adalah pemimpin kaum Aus
dan kaum Aus adalah sekutu orang-orang Yahudi Quraizhah di masa
jahiliah. Kaum Yahudi mengharap bahwa mereka dapat memanfaatkan hubungan
yang terjalin selama ini sebagaimana kaum Aus membayangkan bahwa tokoh
mereka akan memberikan keringanan terhadap sekutu-sekutu mereka. Sa'ad
ketika itu terluka dan ia sedang dirawat di kemahnya karena terkcna
panah kauni Ahzab. Sebagian kaunmya membujuknya agar ia bersikap baik
terhadap orang-orang Yahudi, sekutu-sekutu mereka, dan orang-orang
Yahudi membujuknya agar ia bersikap lembut terhadap mereka. Kemudian
Sa'ad mengatakan pernyataannya yang terkenal: "Telah tiba waktunya bagi
Sa'ad untuk memutuskan hukum sesuai dengan kehendak Allah tanpa peduli
dengan celaan para pencela." Sa'ad memutuskan agar kaum lelaki dibunuh
dan keturunannya ditawan serta harta-harta mereka dibagi-bagikan. Nabi
pun menyetujui keputusan tegas Sa'ad itu. Beliau berkata kepadanya:
"Sungguh engkau telah memutuskan kepada mereka dengan keputusan Allah
SWT dari tujuh langit."
Sa'ad
mengetahui bahwa perantaraan, permohonan, harapan, dan menjaga berbagai
pertimbangan lazim selayaknya berada di suatu genggaman, dan masa depan
Islam berada di genggaman yang lain. Yahudi Bani Quraizhah adalah
penyebab berkecamuknya peperangan Ahzab dan sumpah mereka dan berbagai
tipu daya mereka berusaha untuk memblokade Islam dan menghancurkannya.
Oleh karena itu, kini telah tiba saatnya untuk mencabut pohon-pohon
beracun dari akarnya tanpa memperdulikan kasih sayang.
Demikianlah
kaum Yahudi dibersihkan dari Madinah. Nabi saw kembali melanjutkan
pergulatannya. Puncak dari perjuangan politiknya adalah perjanjian yang
beliau lakukan bersama orang-orang Quraisy. Nabi saw berjalan untuk
melaksanakan umrah dan mengunjungi Baitul Haram. Beliau keluar bersama
seribu empat ratus kaum lelaki yang bertujuan untuk berziarah ke Baitul
Haram guna melaksanakan umrah. Ketika mereka sampai di Hudaibiyah
pinggiran kota Mekah, tiba-tiba unta yang ditunggangi Nabi duduk dan ia
tidak mau melangkah menuju Mekah. Melihat itu para sahabat berkata: "Oh
unta itu malas." Nabi saw berkata: "Tidak Demikian namun ia ditahan oleh
Zat yang menahan laju gajah menuju Mekah. Sungguh jika hari ini orang
Quraisy membuat suatu rencana dan mereka meminta agar aku menyambung
tali silaturahmi niscaya aku akan menyetujuinya."
Nabi
saw memerintahkan para sahabat agar tetap tinggal di Hudaibiyah. Kaum
Muslim beristirahat di sana dengan harapan mereka dapat memasuki Mekah
di waktu pagi. Peristiwa itu bertepatan dengan bulan Haram. Mekah telah
menetapkan agar tak seorang pun dari kaum Muslim dapat memasukinya.
Semua kaum Quraisy telah keluar untuk memerangi kaum Muslim. Mereka
mengutus utusan-utusan kepada Nabi saw lalu beliau memberitahu mereka
bahwa beliau tidak datang untuk berperang namun beliau ingin melakukan
urnrah sebagai bentuk pujian dan syukur kepada Allah SWT dan mengagumkan
kemuliaan rumah-Nya yang suci. Mekah menetapkan untuk melakukan
perjanjian bersama kaum Muslim di mana mereka menginginkan agar jangan
sampai kaum Muslim memasuki Baitul Haram pada tahun ini kecuali setelah
mereka kembali pada tahun depan.
Datanglah
juru runding kaum Quraisy lalu Rasul saw menyambutnya dan mendengarkan
ia menyampaikan syarat-syarat perjanjian yang intinya pelaksanaan
perdamaian dan penarikan mundur pasukan Muslim. Nabi saw menyetujui
semua syarat-syarat perjanjian meskipun tampak bahwa perjanjian tersebut
tidak menguntungkan kaum Muslim di mana itu dianggap sebagai titik
kemunduran politik dan militer kaum Muslim, dan yang menambah
kebingungan kaum Muslim adalah bahwa Rasul saw tidak melibatkan
seseorang pun dari kalangan sahabatnya untuk bermusyawarah dalam hal
ini. Tidak biasanya beliau bersikap demikian. Para sahabat menyaksikan
beliau pergi menemui kaum musyrik dan bersikap sangat lembut kepada
mereka, dan beliau tidak kembali kecuali membawa berita persetujuan
dengan perjanjian yang di prakarsai orang-orang musyrik, dan beliau pun
membubuhkan tanda tangan di atasnya.
Para
sahabat bergerak untuk menentang Rasulullah saw. Mereka bertanya kepada
beliau, "bukankah engkau utusan Allah SWT? Bukankah kita kaum Muslim?
Bukankah musuh-musuh kita kaum musyrik?" Nabi saw hanya mengiyakan
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Umar bin Khatab kembali bertanya:
"Mengapa kita harus menerima penghinaan dalam agama kita?" Umar ingin
mengungkapkan sesuai dengan bahasa kita saat ini, "mengapa kita harus
mundur kalau kita berada di atas kebenaran? Mengapa kita menerima
syarat-syarat perjanjian yang justru menguntungkan kaum musyrik? Apakah
kita takut terhadap mereka?"
Mendengar
berbagai protes yang disampaikan para sahabatnya, Rasul saw justru
menyampaikan jawaban yang unik bagi mereka di mana beliau berkata: "Aku
adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya dan aku tidak mungkin menentang
perintah-Nya dan Dia tidak mungkin akan menyia-nyiakan aku." Makna dari
kalimat beliau adalah, "taatilah apa yang telah aku lakukan tanpa perlu
memperdebatkannya dan hendaklah kalian sedikit bersabar."
Perjalanan
hari menetapkan bahwa perjanjian yang menimbulkan pro dan kontra di
tengah-tengah sahabat itu justru membawa kemenangan politik paling
gemilang yang pernah dicapai oleh umat Islam. Kemenangan tersebut
diperoleh sebagai hasil dari kebijaksanaan sang Nabi saw yang
mengalahkan kelihaian politik kaum Quraisy. Kaum Quraisy telah
memfokuskan semua kelihaian-nya agar kaum Muslim kembali ke tempat
mereka tanpa memasuki Masjidil Haram pada tahun ini, namun hikmah Nabi
saw justru mampu mencapai pengelihatan yang tidak dapat dijangkau oleh
kaum itu yang berkenaan dengan masa depan. Jika saat ini perjanjian
tersebut tampak membawa kekalahan bagi kaum Muslim, maka setelah
berlangsung beberapa bulan ia justru mendatangkan kemenangan yang
spektakuler.
Suhail
bin Amr adalah wakil dari delegasi kaum Quraisy dan Ali bin Abi Thalib
adalah juru tulis dalam perjanjian itu dari pihak Nabi saw. Rasulullah
saw berkata kepada Ali: "Tulislah dengan nama Allah Yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang." Utusan Quraisy berkata, aku tidak mengenal ini.
Tapi tulislah dengan nama-Mu, ya Allah. Rasulullah saw berkata kepada
Ali: "Dengan nama-Mu, ya Allah." Sikap keras kepala utusan Quraisy itu
tidak berarti sama sekali karena tidak ada perbedaan yang mencolok
antara dengan namamu Allah dan dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang selain niat si pembicara.
Nabi
saw berkata kepada Ali: "Ini adalah perundingan antara Muhammad saw
utusan Allah dan Suhail bin Amr." Mendengar itu dengan nada menentang
Suhail bin Amr berkata: "Seandainya aku bersaksi bahwa engkau adalah
utusan Allah niscaya aku tidak akan memerangimu, tetapi tulislah namamu
dan nama ayahmu." Nabi berkata kepada Ali tulislah: "Inilah kesepakatan
antara Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr."
Tampaknya
itu adalah kemunduran yang kedua dan dengan pandangan yang sekilas
tampak menjatuhkan kaum Muslim tetapi Nabi saw ingin mewujudkan suatu
tujuan yang penting yaitu tujuan yang belum terungkap saat itu. Alhasil,
semuanya terjadi dengan ilham dari Allah SWT. Ali kembali menulis bahwa
Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr sama-sama sepakat untuk
menghentikan peperangan selama sepuluh tahun di mana hendaklah
masing-masing mereka memberikan keamanan terhadap sesama mereka. Namun
jika terdapat di antara orangorang Quraisy seseorang yang masuk Islam
lalu ia datang kepada Muhammad saw tanpa izin walinya hendaklah kaum
Muslim mengembalikannya kepada kaum Quraisy. Sebaliknya, jika ada orang
yang murtad dari sahabat Muhammad saw, maka tidak ada keharusan bagi
orang Quraisy untuk mengembalikannya kepada Nabi.
Syarat
tersebut sangat menyakitkan kaum Muslim. Tampak bahwa orang-orang
Quraisy memaksakan kehendaknya dalam syarat-syarat perjanjian yang tidak
adil itu. Ali melanjutkan tulisannya, hendaklah Nabi saw pulang dari
Mekah pada tahun ini dan tidak memasukinya dan jika pada tahun depan
orang-orang Quraisy keluar darinya, maka beliau dapat memasukinya untuk
melaksanakan umrah selama tiga hari dan setelah itu beliau harus
meninggalkannya. Persyaratan tersebut sangat merugikan kaum Muslim dan
terkesan membingungkan.
Di
tengah-tengah perjanjian tersebut terjadi suatu peristiwa yang menambah
penderitaan dan kebingungan Muslimin di mana anak dari juru runding
Quraisy meminta perlindungan kepada kaum Muslim. Ia masuk Islam dan
ingin bergabung dengan kelompok Islam namun ayahnya, Suhail segera
bangkit menyusulnya bahkan memukulnya dan mengembalikannya kepada
kaumnya. Orang Mukalaf itu segera berteriak dan meminta pertolongan
kepada kaum Muslim agar mereka menyelamatkannya dari kejahatan kaum
Quraisy sehingga mereka tidak mengubah agamanya. Rasulullah saw
berbicara kepadanya dan meminta kepadanya untuk bersabar dan tegar dalam
menanggung penderitaan karena Allah SWT akan menjadikannya dan
orang-orang yang sepertinya suatu jalan keluar dan kelapangan. Nabi
memahamkannya bahwa beliau telah mengadakan suatu peijanjian dengan kaum
Quraisy dan bahwa kaum Muslim tidak mungkin melanggar perjanjian
mereka.
Akhirnya,
anak Muslim itu dikembalikan ke Mekah dalam keadaan tersiksa. Kemudian
Selesailah penandatanganan perjanjian antara pihak kaum Muslim dan pihak
kaum musyrik. Setelah penandatanganan perjanjian itu, Rasulullah saw
memerintahkan para sahabatnya agar mereka memotong hewan kurban dan
mencukur rambut mereka (tahalul) dari umrah mereka dan kembali ke
Madinah. Namun tak seorang pun bangkit menyambut perintah tersebut, lalu
beliau mengulangi perintahnya ketiga kali. Di tengah-tengah kaum Muslim
yang tampak membisu karena ketegangan dan kesedihan, beliau menyembelih
unta dan memanggil tukang cukurnya untuk mencukur rambutnya dan beliau
tidak berbicara dengan seorang pun. Ketika para sahabat mengetahui bahwa
Nabi saw tampak marah dan telah mendahului mereka dengan tahalul dari
umrahnya, maka mereka bangkit untuk menyembelih kurban dan memotong
rambut mereka.
Perjalanan
hari menunjukkan bahwa perundingan tersebut tidak seperti yang
dibayangkan oleh kaum Muslim. Ia justru membawa kemenangan dan bukan
kekalahan. Persatuan kaum kafir di jazirah Arab mulai runtuh sejak
mereka menandatangani perjanjian itu. Kaum Quraisy di anggap sebagai
pimpinan kaum kafir dan pembawa bendera penentangan terhadap Islam, maka
ketika tersebar berita perjanjian mereka bersama kaum Muslim, maka
padamlah fitnah-fitnah kaum munafik yang bekerja untuk mereka dan
bercerai-berAllah kabilah-kabilah penyembah patung di penjuru jazirah.
Saat
aktivitas kaum Quraisy terhenti, maka kaum Muslim mengalami peningkatan
aktivitas di mana mereka berhasil menarik orang-orang yang masih
memiliki kemampuan untuk melihat kebenaran. Sejak dua tahun dari masa
penandatanganan perjanjian itu jumlah penganut Islam semakin bertambah
lebih dari jumlah sebelumnya. Bukti dari itu adalah, bahwa saat Rasul
saw keluar ke Hudaibiyah beliau ditemani dengan seribu empat ratus
Muslim namun ketika beliau keluar pada tahun penaklukan kota Mekah
beliau disertai dengan sepuluh ribu Muslim. Penaklukan kota Mekah
terjadi setelah dua tahun dari perundingan tersebut. Penambahan jumlah
kaum Muslim yang luar biasa ini adalah dikarenakan hikmah sang Nabi saw
dan kejauhan pandangannya. Nabi saw keluar sebagai pemenang dalam
pergulatan politiknya, dan syarat-syarat yang tadinya merugikan kaum
Muslim kini telah berubah menjadi syarat-syarat yang merugikan kaum
Quraisy. Barangsiapa murtad dari kaum Muslim dan pergi ke kaum Quraisy,
maka hendaklah mereka melindunginya karena Allah SWT telah memampukan
Islam darinya, dan barangsiapa yang masuk Islam dari kaum kafir dan
pergi ke kaum Muslim, maka hendaklah mereka mengembalikannya ke kaum
Quraisy di mana ia tinggal di dalamnya sebagai mata-mata dari pihak
Islam atau ia dapat lari dari kaum Quraisy untuk menyatukan kelompok
yang bertikai dan ia dapat hidup laksana duri di tengah-tengah kaum
Quraisy.
Belum
lama waktu berjalan sehingga kaum Quraisy mengutus utusannya kepada
Nabi saw dan mengharap kepada beliau agar melindungi orang Quraisy yang
masuk Islam daripada membiarkan mereka sebagai panah yang terbang menuju
kaum Quraisy. Demikianlah kaum Quraisy justru membatalkan syarat yang
telah mereka diktekan dan Nabi saw pun menerimanya dengan puas.
Perundingan itu justru menguatkan barisan Nabi savv.
Demikianlah
Nabi saw terus menjalani mata rantai pergulatan yang tiada
henti-hentinya di mana kehidupan beliau yang pribadi sekali pun tidak
sunyi dari penderitaan. Nabi saw menikahi sembilan orang istri.
Perkawinan beliau dengan sembilan istri tersebut merupakan keistimewaan
pribadi yang hanya beliau miliki karena berhubungan dengan sebab-sebab
dakwah Islam. Yaitu suatu dakwah yang membolehkan para pengikutnya untuk
menikahi empat orang istri dengan syarat jika yang bersangkutan mampu
menciptakan keadilan di antara mereka, dan ia menganjurkan untuk hanya
puas dengan satu istri jika seorang Muslim khawatir tidak dapat berbuat
adil.
Kaum
orentalis dan musuh-musuh Islam mencoba untuk menghina Nabi dan
memojokkannya, dan salah satu cela yang mereka manfaatkan adalah
perkawinan beliau dengan sembilan wanita. Kita mengetahui bahwa
pernikahan-pernikahan beliau terlaksana dengan sebab-sebab politik atau
kemanusiaan yang berhubungan dengan dakwah Islam. Dan yang terkenal dari
sejarah Nabi saw adalah bahwa beliau menikah dengan Sayidah Khadijah
saat beliau berusia dua puluh lima tahun dan Khadijah berusia empat
puluh tahun. Semasa hidup Khadijah beliau tidak menikahi istri yang lain
sampai Khadijah mencapai usia enam puluh lima tahun. Saat Khadijah
meninggal, Nabi berusia di atas lima puluh tahun. Beliau menikahi
Khadijah sebelum beliau diutus untuk menyebarkan Islam. Beliau tetap
setia bersama Khadijah sampai ia meninggal dan beliau diangkat menjadi
Nabi. Namun beban kenabian dan beratnya jihad, kasih sayangnya kepada
manusia, pengorbanannya terhadap Islam dan perintah Allah SWT semua itu
memaksanya untuk menikah lebih dari satu orang istri sampai mencapai
sembilan orang istri. Perkawinan beliau dengan Aisyah yang saat itu
masih belia merupakan usaha untuk menjalin ikatan dengan Abu Bakar, ayah
dari Aisyah dan perkawinan beliau dengan Hafshah meskipun ia sedikit
kurang cantik merupakan usaha beliau untuk menjalin ikatan dengan Umar,
ayahnya. Beliau juga menikah dengan Ummu Salamah, janda dari pemimpin
pasukannya yang mati syahid di jalan Allah SWT dan wanita itu merasakan
penderitaan bersama beliau saat hijrah di Habasyah dan hijrah ke
Madinah. Ketika suaminya meninggal dan ia sendirian menghadapi berbagai
persoalan kehidupan, maka Nabi saw segera merangkulnya di rumah
kenabian. Perkavvinan beliau dengan Sawadah sebagai bentuk penghormatan
terhadap keislaman wanita itu dan kemuliannya dari kaum lelaki serta
kesendiriannya dalam menjalani kehidupan. Sementara itu, pernikahan
beliau dengan Zainab bin Jahasy merupakan ujian berat bagi beliau di
mana perintah pernikahan itu datang dari Allah SWT untuk mengharamkan
suatu tradisi yang terkenal di kalangan jahiliah yaitu tradisi adopsi.
Zainab termasuk kerabat Rasul. Jadi ia termasuk dari kalangan bani
Hasyim. Ia merasa bangga dengan nasab yang dimilikinya yang karenanya ia
menolak ketika ditawari untuk menikah dengan Zaid bin Harisah, seorang
budak Nabi yang telah beliau bebaskan, bahkan nasabnya telah beliau
nisbatkan kepada dirinya dan beliau telah mengadopsinya sehingga ia
dipanggil dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Namun Zainab akhirnya
menyetujui pendapat Nabi dan perintah Allah SWT sehingga ia menikah
dengan Zaid:
"Dan
tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan
yang mukimin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetaphan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka.
Dan barangsiapa mendurhahai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah
sesat dengan kesesatan yang nyata. " (QS. al-Ahzab: 36)
Sejak
semula tampak jelas bahwa pernikahan tersebut akan segera berakhir.
Zainab tidak menyukai Zaid dan Zaid pun bukan tipe lelaki yang mampu
menahan kehidupan bersama seorang wanita yang hatinya jauh darinya. Zaid
datang kepada Nabi saw guna mengadu kepada beliau dan meminta izin
untuk menceraikan istrinya. Allah SWT mewahyukan kepada Rasul-Nya agar
membiarkan Zaid menceraikan istrinya, lalu hendaklah beliau menikahinya.
Nabi saw merasakan kesulitan yang luar biasa dan beliau berbicara
kepada Zaid agar ia terus melangsungkan kehidupannya dan bersabar. Nabi
saw membayangkan apa yang dikatakan manusia kepadanya bahwa ia menikahi
istri dari anaknya tetapi apa yang dikhawatirkan oleh Nabi saw justru
merupakan sesuatu yang ingin dihapus oleh Allah SWT. Zaid bukanlah
anaknya dan dalam Islam tidak ada sistem adopsi. Oleh karena itu, Zaid
dapat mencerai istrinya lalu Nabi dapat menikahi Zainab untuk menetapkan
apa yang diinginkan oleh Islam. Rasulullah saw mampu bersabar dan
menahan diri saat mendengar berbagai ocehan yang akan dikatakan oleh
manusia kepadanya. Ini bukanlah pengorbanan pertama dan terakhir yang
beliau persembahkan untuk Islam. Berkenaan dengan itu, Allah SWT
berfirman:
"Dan
(ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah
melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat
kepadanya: 'Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah,' sedang
kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya,
dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berrhak kamu
takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya
(menceraikannya), Kami nikahkan kamu dengan dia supaya tidak ada
heberatan bagi orang-orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak
angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan
keperluannya dari istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti
terjadi. " (QS. al-Ahzab: 37)
Pemikahan
beliau dipenuhi dengan unsur politik dan usaha untuk menyebarkan
kebaikan dan rahmat serta penghormatan nilai-nilai yang tinggi dan
menggabungkannya di rumah kenabian. Sementara itu, Ummu Habibah binti
Abu Sofyan bin Harb, pemimpin Quraisy dalam memerangi Islam, berhijrah
bersama suaminya ke Habasyah.
Ia
berhadapan dengan keterasingan dan kekhawatiran dalam membela agama
Allah SWT. Kemudian suaminya mati meninggalkannya sendirian dalam
menjalani kehidupan. Sikapnya yang mulia demi menegakkan ajaran Islam
dan hanya menentang ayahnya merupakan nilai lebih yang menyebabkan
Rasulullah saw tertarik untuk menggabungkannya di rumah kenabian.
Pada
suatu hari, Abu Sofyan menemuinya saat ia telah menjadi istri
Rasulullah saw. Abu Sofyan ingin duduk di atas tempat tidur Nabi lalu
Ummu Habibah berusaha menjauhkan tempt tidur itu dari ayahnya. Melihat
sikap anaknya itu, ayahnya bertanya kepadanya: "Apakah engkau mulai
membenciku?" Dengan penuh keberaniaan ia menjawab: "Ini adalah tempat
tidur Rasulullah saw dan engkau adalah seorang musyrik, maka engkau
tidak boleh menyentuhnya."
Adapun
Shofiyah binti Huyay adalah anak seorang raja Yahudi. Sedangkan
Juwairiyah binti Haris, ayahnya seorang pemimpin kabilah Bani Musthaliq.
Bani Musthaliq menelan kekalahan saat berhadapan dengan kaum muslim
lalu kedua anak perempuan raja dan pemimpin kabilah itu jatuh menjadi
tawanan. Pemikahan Nabi dengan kedua wanita itu terkesan dipaksa oleh
orang-orang yang kalah itu dan sebagai ajakan agar kaum Muslim
memperlakukan mereka dengan baik. Mula-mula kaum Muslim menolak untuk
bersikap lembut terhadap ipar-ipar Nabi, namun Nabi dengan kelembutan
sikapnya ingin menyingkap aspek kemanusiaan dalam peperangannya dan
beliau mengisyaratkan kepada kaum Muslim agar mereka menunjukkan
persaudaraan sesama manusia. Peperangan itu sendiri bukan sebagai tujuan
namun ia sebagai usaha mempertahankan Islam dan aspek tertinggi dari
Islam adalah rahmat dan cinta.
Jadi
Nabi saw menikahi wanita-wanita dari orang-orang yang kalah itu dengan
maksud agar kebebasan dan kemuliaan kembali kepada keluarga mereka dan
mereka dapat masuk Islam secara puas dan sukarela. Kemudian beliau
menikah dengan Maryam al-Qibtiyah. Muqauqis telah memberikannya kepada
Nabi sebagai budak di mana itu merupakan simbol tali kasih yang
diisyaratkan oleh Al-Qur'an antara Islam dan Masehi dan sebagai bentuk
hukum bagi kaum Muslim dengan dihalalkannya pernikahan dengan
wanita-wanita ahlul kitab.
Maryam
memberikan anak kepada Nabi saw yang bernama Ibrahim, nama dari
kakeknya, bapak para nabi. Namun Ibrahim tidak hidup lama. Ia meninggal
saat masih menyusu. Kematiannya merupakan ujian bagi Nabi dan sebagai
isyarat dari Ilahi bahwa pewaris-pewaris Rasul dari kaum pria adalah
para pengikut Al-Qur'an dan para pembawa Islam, bukan anak-anak dari
sulbinya.
Salah
jika ada orang yang membayangkan bahwa Rasul saw mempunyai banyak waktu
untuk mencari kesenangan meskipun halal. Kesenangan diperbolehkan bagi
orang lain namun beliau lebih memilih untuk merasakan penderitaan
berjihad, menegakkan hukum, dan kesabaran. Salah jika ada orang yang
membayangkan bahwa Rasul saw hidup di rumahnya dengan keadaan ekonomi
yang lebih baik daripada orang yang termiskin dari kalangan Muslim di
zamannya.
Kehidupan
beliau di rumahnya penuh dengan kezuhudan yang luar biasa sehingga
sebagian istrinya mengeluhkan keadaan tersebut. Di antara mereka ada
yang berasal dari keluarga yang kaya seperti keluarga Abu Bakar atau
keluarga Umar bahkan sebagian istrinya bersatu untuk meminta kepada
beliau agar beliau menambah nafkah mereka sehingga Nabi meninggalkan
istri-istrinya, lalu tersebarlah isu yang menyatakan bahwa beliau telah
menceraikan semua istrinya. Kemudian turunlah ayat Takhyir (yaitu ayat
yang memberikan pilihan kepada istri-istri Nabi untuk tetap menjadi
istri beliau atau diceraikannya). Turunlah Al-Qur'an al-Karim memberikan
pilihan pada istri-istri Nabi antara menjalani kehidupan di rumah
kenabian dengan penuh kesederhanaan atau menerima perceraian. Allah SWT
berfirman:
"Hai
Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu: 'Jika kamu sekalian mengingini
kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu
mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu
sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan)
di negeri akhirat, maka Sesungguhnya Allah menyediakan siapa yang
berbuat baik di antaramu pahala yang besar. " (QS. al-Ahzab: 28-29)
Selesailah
fitnah. Demikianlah pergulatan di rumah Rasul saw. Akhirnya,
istri-istri beliau memilih kehidupan zuhud dan bersabar serta akhirat
daripada kehidupan dunia. Permintaan istri-istri nabi tidak melebihi
hal-hal yang bersifat mubah, namun Rasul saw merupakan teladan bagi
seluruh umat, karena itu beliau harus menjadi teladan bagi umat sehingga
beliau dapat menjadi cermin tertinggi yang layak diemban oleh seorang
yang memegang tampuk kepemimpinan Muslimin. Allah SWT telah membalas
pengorbanan istri-istri Nabi saw dalam bentuk mengangkat kedudukan
mereka dan menjadikan mereka sebagai ibu dari kaum mukmin. Allah SWT
berfirman:
"Nabi
itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka
sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka." (QS. al-Ahzab: 6)
Dan,
sebagai penegasan terhadap keibuan spiritual ini, Islam mewajibkan
hijab yang teliti kepada mereka, yaitu suatu hijab yang tidak
diberlakukan seperti itu kepada Muslimah-Muslimah lain. Nabi saw
melanjutkan dakwahnya. Beliau mengirim surat ke raja-raja dan para
penguasa di mana beliau ingin menunjukkan universalitas ajaran Islam.
Nabi saw mengajak Kaisar Romawi untuk mengikuti Islam, lalu beliau
mengirim utusan ke Amir Damaskus mengajaknya untuk memeluk Islam, dan
beliau mengutus utusan ke Amir Basrah bagian dari wilayah Romawi dan
mengajaknya untuk mengikuti Islam, dan beliau juga mengirim surat ke
penguasa Qibti dan mengajaknya untuk masuk Islam, dan beliau juga
menulis surat ke Kisra, Raja Persia dan mengajaknya untuk mengikuti
Islam. Beliau juga mengirim utusan ke Amir Bahrain dan mengajaknya untuk
mengikuti Islam.
Lalu
berbagai reaksi disampaikan berkenaan dengan surat-surat Nabi itu. Di
antara mereka ada yang berusaha menyampaikan kepada pembawa surat bahwa
ia masuk Islam dan mengembalikannya dengan hadiah, dan di antara mereka
ada yang merobek-robek surat itu dan di antara mereka ada yang membalas
surat itu dengan jawaban yang baik, dan di antara mereka ada yang
menerima kebenaran. Demikianlah hari berlalu dalam pergulatan yang tidak
pernah padam, suatu pergulatan yang dipimpin oleh Nabi sehingga beliau
menaklukkan Mekah dan menyucikan jazirah Arab. Akhirnya, manusia masuk
dalam agama Allah SWT dalam keadaan berbondong-bodong, dan Allah SWT
menyempurnakan agama bagi kaum Muslim dan Nabi saw melaksanakan haji
wada' (haji yang terakhir) dan turunlah kepada beliau wahyu di Arafah
sebagaimana firman-Nya:
"Pada
hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itujadi agama bagimu. "
(QS. al-Maidah: 3)
Ayat
tersebut dibacakan kepada Abu Bakar sehingga ia menangis. Allah SWT
merasa bahwa telah tiba waktunya untuk mengakhiri misi Rasul-Nya. Aisyah
berkata kepada anak-anak yang berteriak dan bermain-main di luar rumah:
"Diamlah kalian karena Rasulullah saw sedang sakit." Anak-anak itu pun
terdiam dan mereka merasakan ketakutan yang luar biasa. Pada hari-hari
terakhir, Rasulullah saw tidak lagi bercanda dengan mereka sebagaimana
yang biasa beliau lakukan.
Mereka
memperhatikan bahwa kepucatan yang aneh menyelimuti Nabi saw yang
biasanya wajah beliau dipenuhi dengan senyuman hingga wajahnya laksana
lempengan emas. Nabi saw yang terakhir masuk dalam rumahnya dan hampir
saja beliau tidak kuat menahan langkah kedua kakinya. Beliau memasuki
rumahnya dan bersandar kepada tangan Fadl bin Abbas dan Ali bin Abu
Thalib. Beliau merasakan keletihan dan kesakitan. Kemudian Aisyah
menidurkan beliau di atas ranjangnya yang kasar dan Aisyah meletakkan
tangannya di atas kening beliau. Kepala beliau tampak panas karena
saking hebatnya demam. Aisyah berkata dalam keadaan kedua matanya
mengucurkan air mata, "demi ayah dan ibuku, ya Rasulullah apakah engkau
merasakan sakit?" Nabi saw tersenyum untuk menenangkan Aisyah lalu
beliau tertidur. Kemudian mengalirlah dalam memori Nabi saw berbagai
gambar hidup: Jibril turun kepada beliau dengan membawa wahyu di gua
Hira. Beliau telah melewati waktu yang diberkati selama dua puluh tiga
tahun, yang sekarang tampak seperti mimpi. Bahkan empat puluh tahun yang
mendahuluinya tampak seperti gambar yang hanya dilukis sesaat.
Segala
sesuatu menjadi mudah bagi Allah SWT dan Rasulullah saw telah berhasil
melalui berbagai penderitaan dengan penuh kesabaran, bahkan beliau tidak
pernah mengeluh sekali pun. Beliau mengajarkan akidah kepada para
pengikutnya dengan penuh kemantapan. Akhirnya, Islam menjadi mulia dan
benderanya semakin berkibar. Kemudian beliau bangun karena melihat
tangisan yang tersembunyi dari Aisyah. Beliau membuka kedua matanya dan
melihat wajah Aisyah sambil beliau sendiri berusaha melawan rasa pusing,
demam, dan sakit yang dirasakannya. Beliau kembali tersenyum untuk
menenangkan Aisyah dan beliau kembali memejamkan matanya dan tidak
sadarkan diri. Apa gerangan yang menyebabkan Aisyah menangis? Tidakkah
Allah SWT memahkotai jihad Nabi saw yang berat dengan penaklukan Mekah
dan penyucian Baitul Haram?
Berbagai
gambar hidup dan aktual melayang-layang dalam memori Nabi saw. Beliau
mengingat bagaimana tindakan orang Quraisy ketika membantalkan
perjanjian Hudaibiyah dan mereka memerangi Khaza'ah yang saat itu
bersekutu dengan kaum Muslim dan akhirnya mereka membunuh semua sekutu
kaum Muslim di Baitul Haram. Kemudian beliau berjalan bersama pasukan
yang berjumlah sepuluh ribu di mana semua pasukan telah siap, dan
tentara Muslim turun dari gunung Mekah laksana air bah yang tidak
berhenti sedikit pun. Telah lewatlah masa para pembawa tombak, panah,
dan pedang; telah lewatiah masa di mana Rasulullah saw memimpim pasukan
yang di dalamnya terdapat kaum Muhajirin dan Anshar. Di tengah-tengah
pasukan besar tersebut yang berhasil menaklukkan Mekah, Nabi saw
menunggangi untanya dan beliau menundukkan kepalanya dengan penuh rendah
diri di hadapan Allah SWT sampai-sampai kepalanya hampir menyentuh
punggung unta yang dinaiki. Pintu Mekah terbuka untuk pasukan ini.
Para
pemimpin Mekah dan pengikut-pengikut mereka menyerahkan diri. Kalimat
Allah SWT semakin meninggi di dalamnya. Nabi saw memasuki Baitul Haram
lalu beliau berkeliling di sekitar Ka'bah. Beliau menghancurkan berbagai
patung yang berbaris di sekitarnya, lalu beliau memukulnya dengan
kampaknya. Kemudian patung-patung itu berjatuhan dan hancur. Setelah
beliau membersihkan masjid dari berbagai patung dan mengembalikannya
sebagaimana yang diciptakan oleh Allah SWT sebagai rumah tauhid yang
mutlak, beliau menoleh kepada orang Quraisy dan memaafkan mereka dan
mengajak mereka untuk kembali ke jalan Allah SWT. Kemudian tibalah waktu
salat, lalu Bilal naik di atas punggung Ka'bah dan mengumandangkan
Azan. Penduduk Mekah mende-ngarkan panggilan baru ini di mana gemanya
berputar-putar di antara gunung:
"Allah
Maha Besar. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Aku bersaksi
bahwa Muhammad utusan Allah. Marilah melaksanakan salat. Marilah menuju
keberuntungan. Allah Maha Besar. Tiada Tuhan selain Allah."
Akhirnya,
rumah itu dikembalikan kehormatannya dan kemuliannya. Kemudian
lagi-lagi arus berbagai gambar terlintas dalam memorinya: itulah
peperangan Hunain dengan kekalahannya, kemenangannya, dan ganimahnya;
Itulah Nabi saw yang memberikan ganimah terhadap orang-orang yang
bergabung dengan Islam hanya dua hari dari penduduk Mekah, dan mencegah
untuk memberi ganimah Hunaian kepada kaum Anshar yang telah memberikan
segalanya untuk Islam. Salah seorang di antara mereka berkata: "Demi
Allah, Rasulullah saw telah menemui kaumnya." Sa'ad bin 'Ubadah berjalan
ke arah Rasulullah saw dan memberitahunya bahwa kaum Anshar sedang
marah. Rasul saw bertanya: "Mengapa marah?" Sa'ad menjawab: "Mereka
protes saat engkau membagikan ganimah ini pada kaummu dan pada seluruh
orang Arab namun mereka tidak mendapatkan apa-apa." Rasulullah saw
bertanya kepada Sa'ad bin Ubadah: "Kamu sendiri bagaimana pendapatmu
wahai Sa'ad?" Sa'ad berkata: "Aku tidak lain kecuali seseorang dari
kaumku." Rasulullah saw berkata: "Kumpulkanlah kepadaku kaummu untuk
masalah yang penting ini dan jika kalian telah berkumpul, maka
beritahulah aku."
Sa'ad
mengumpulkan seluruh kaum Anshar lalu ia memberitahu Rasul saw bahwa ia
telah mengumpulkan mereka. Rasulullah saw keluar menemui mereka dan
berdiri di hadapan mereka sambil memuji Allah SWT dan kemudian berkata:
"Wahai orang-orang Anshar, tidakkah aku datang kepada kalian saat kalian
dalam keadaan sesat lalu Allah SWT memberikan petunjuk kepada kalian,
dan kalian menjadi orang-orang yang fakir lalu Allah SWT memampukan
kalian, dan kalian dalam keadaan bermusuhan lalu Allah SWT menyatukan
hati kalian?" Mereka menjawab: "Benar." Rasulullah saw berkata: "Mengapa
kalian tidak menjawab wahai kaum Anshar?" Mereka berkata: "Apa yang
kita akan katakan wahai Rasulullah dan dengan apa kita akan menjawabnya.
Sungguh segala karunia hanya milik Allah SWT dan Rasul-Nya."
Rasulullah
saw berkata: "Demi Allah, seandainya kalian mau niscaya kalian akan
mengatakan dan benar apa yang kalian katakan: Engkau datang kepada kami
sebagai seorang yang terusir, maka kami melingdungimu dan engkau datang
dalam keadaan miskin lalu kami menghiburmu dan engkau datang dalam
keadaaan ketakutan lalu kami mengamankanmu dan engkau datang dalam
keadaan teraniaya lalu kami menolongmu." Mereka berkata: "Segala puji
dan karunia bagi Allah SWT dan Rasul-Nya." Rasulullah saw berkata:
"Wahai kaum Anshar, apakah kalian akan marah terhadap harta yang telah
aku berikan kepada suatu kaum dengan harapan agar keimanan meresap dalam
hati mereka dan kalian justru melupakan karunia yang telah Allah SWT
berikan kepada kalian dalam bentuk nikmat Islam. Tidakkah kalian wahai
kaum Anshar merasa puas ketika manusia pergi untuk melakukan perjalanan
di musim dingin sedangkan kalian pergi dengan Rasulullah saw. Maka demi
Zat yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya manusia melalui suatu jalan
dan kaum Anshar melalui jalan yang lain niscaya aku akan melalui jalan
kaum Anshar. Ya Allah, rahmatilah kaum Anshar dan anak-anak kaum Anshar
dan cucu kaum Anshar."
Mendengar
doa itu, kaum tersebut menanggis sehingga jenggot mereka terbasahi
dengan air mata dan mereka berkata: "Kami rela dengan Allah SWT sebagai
Tuhan dan sangat puas dengan pembagian Rasulullah saw." Kemudian Nabi
saw pun meninggalkan mereka dan mereka pergi dalam keadaan puas.
Orang-orang Anshar memahami bahwa Muslim yang hakiki di dunia adalah
seorang yang datang di dunia untuk memberi, bukan untuk mengambil. Nabi
saw terbangun dan beliau mendapati dirinya sendirian di kamar. Suhu
tubuh beliau meningkat karena demam, lalu beliau memanggil Aisyah dan
meminta kepadanya untuk membawa air yang dapat digunakannya untuk
mendinginkan tubuhnya. Aisyah mulai menuangkan air kepada Rasulullah saw
sampai demam beliau berangsur-angsur sedikit menurun. Tampak bahwa
waktu berlalu cukup lambat dan berat. Sakit Rasulullah saw semakin
meningkat.
Beliau
mulai merasa bahwa tidak mampu lagi untuk salat bersama para sahabat,
lalu beliau memerintahkan Abu Bakar untuk salat bersama mereka. Pada
saat Nabi mengalami antara keadaan terjaga dan tidur, beliau selalu
berpikir apa gerangan yang belum disampaikannya kepada manusia. Beliau
telah menyampaikan segala sesuatu dan telah mengajari mereka segala
sesuatu serta telah meninggalkan sebuah Kitab yang siapa pun berpegangan
dengannya ia tidak akan sesat.
Rasul
saw mulai mengantuk dan berbagai nostalgia terlintas di kepalanya.
Beliau melihat dirinya di haji Wada'. Selesailah perjanjian yang
diberikan kepada kaum musyrik dan mereka telah dilarang untuk memasuki
Masjidil Haram dan sekarang Nabi saw keluar sebagai pemimpin haji dan
mengajari kaum Muslim cara manasiknya. Rasulullah saw memperhatikan
ribuan orang-orang yang bertauhid saat mereka menuju Baitul Haram dalam
keadaan memenuhi panggilan Tuhan dan tunduk kepadanya. Mereka
menghidupkan memori kakek mereka, Ibrahim Khalilullah. Nabi saw berdiri
dan berpidato di tengah-tengah keramaian itu. Nabi saw mulai merasakan
bahwa kehidupannya di dunia sebentar lagi akan berakhir. Beliau
mengetahui bahwa kafilah ini akan pergi sendirian dalam menjalani
kehidupan. Beliau kembali menanamkan nilai-nilai Islam dan wasiat dakwah
di jalan Allah SWT. Setelah berjuang selama dua puluh tiga tahun
menegakkan agama Allah SWT, beliau bertanya kepada mereka: "Apakah aku
telah menyampaikan amanat Tuhan?" Lalu manusia yang hadir saat itu
menyatakan bahwa beliau benar-benar telah menyampaikan dakwah. Beliau
memanggil Mu'ad bin Jabal dan mengajarinya bagaimana berdakwah kepada
manusia di jalan Allah SWT dan bagaimana mengenalkan agama kepada
mereka.
Kemudian
beliau berwasiat kepadaa Mu'ad saat ia menunggangi kendaraannya
sedangkan Rasulullah saw beijalan di sebelah untanya: "Sesungguhnya
orang yang paling utama di sisiku adalah orang-orang yang bertakwa,
siapa pun mereka dan di mana pun mereka." Nabi saw adalah rahmat bagi
semua manusia dan sebagal cermin yang tertinggi dari cermin persaudaraan
dan kepatuhan. Beliau menegakkan Al-Qur'an di tengah-tengah umat Islam
namun beliau menolak segala bentuk penampilan yang biasa melekat pada
seorang penguasa atau raja atau pemimpin apa pun. Beliau berkata kepada
para sahabatnya: "Aku hanya seorang hamba Allah SWT dan Rasul-Nya."
Beliau
keluar menemui sekelompok sahabatnya lalu sebagai bentuk penghormatan
kepada beliau mereka berdiri. Kemudian beliau memerintahkan kepada
mereka agar tidak berdiri. Ketika beliau keluar untuk menemui
sahabat-sahabatnya dan murid-muridnya, maka beliau duduk bersama mereka
di tempat terakhir yang ditemukannya. Beliau sangat bersahabat dan ramah
dengan para sahabatnya, bahkan beliau bercanda dengan anak-anak mereka
dan mendudukkan mereka di ruangannya. Beliau memenuhi panggilan orang
dewasa maupun anak-anak. Beliau membesuk orang-orang yang sakit meskipun
berada di tempat yang jauh. Beliau menerima alasan orang yang mempunyai
uzur. Beliau mendahului orang yang ditemuinya dengan salam bahkan
beliau mendahului berjabat tangan dengan para sahabatnya.
Ketika
seseorang datang untuk menemuinya saat beliau salat, maka beliau
mempersingkat salatnya dan menanyakan keperluan orang itu. Setelah
menyelesaikan keperluan manusia, beliau kembali menyelesaikan shalatnya.
Beliau selalu menebar senyum kepada kawan dan lawan dan memiliki
kepribadian yang paling baik. Ketika beliau berada di rumahnya, beliau
melayani keluarganya. Beliau mencuci bajunya. Beliau memperbaiki
sandalnya dan memberi minum unta. Beliau makan bersama pembantu. Beliau
memenuhi kebutuhan orang yang lemah, orang yang sedih, dan orang yang
miskin. Bahkan kebaikan beliau dan kasih sayangnya sampai pada tingkat
di mana beliau membiarkan cucunya menaiki punggungnya saat beliau sedang
shalat.
Kasih
sayang beliau tidak hanya terbatas kepada manusia bahkan juga tertuju
pada binatang dan pohon. Beliau memberi makan binatang dengan tangannya
sendiri bahkan beliau pernah merawat anjing yang sakit. Beliau
memerintahkan pasukan Islam saat berperang demi menegakkan keadilan
Islam agar mereka tidak membunuh anak kecil, orang tua, kaum wanita dan
hendaklah mereka tidak mencabut pohon dan tidak pula merobohkan rumah.
Apa
yang dibawa oleh Nabi saw bukan hanya suatu undang-undang yang mengatur
hubungan antara manusia dan manusia yang lain, dan apa yang dibawa oleh
Nabi saw bukan hanya berisi suatu sistem untuk meningkatkan kualitas
kehidupan dan kemajuannya, ini semua adalah hal relatif namun beliau
datang dengan membawa peradaban yang abadi yang mengatur hubungan antara
manusia dan alam, dan mengembalikan keserasian di alam wujud sehingga
semua berjalan secara seimbang dan mencapai kesempurnaan menuju Allah
SWT. Meskipun pada titik terakhir dari kehidupannya, beliau masih sibuk
mengurusi masa depan dakwah dan beliau sangat cemas terhadap masa depan
agama dan sangat peduli dengan problema kaum Muslim. Beliau khawatir
suatu saat Islam hanya tinggal namanya namun hakikatnya telah lenyap.
Namun sebelum beliau meninggal, Allah SWT telah memperlihatkan kepada
beliau sesuatu yang membuat hati beliau menjadi tenang. Dan di hari
Senin dari bulan Rabiul Awal yang mulia, beliau kembali kepada Tuhannya
dalam keadaan ridha dan diridhai.
Salam kepadamu ya Rasulullah dan kepada keluarga serta sahabat yang setia bersamamu.
Sumber : https://sites.google.com/site/ppmenetherlands/lain-lain/kisah-25-nabi/25nabimuhammadsaw
Nabi Muhammad Saw (Bagian IV)
Penulis By Unknown on November 25, 2015 | No comments
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya