Anak-anak
yang menunjukkan gejala-gejala stres harus segera diperhatikan dan mendapat
tindakan yang benar. Stres yang menghampiri si kecil bisa dipicu oleh sejumlah
hal, seperti hubungan orang tua yang kurang harmonis, pola asuh yang salah,
kurangnya asupan gizi, dan kelelahan.
Stres yang
dipicu ketidakharmonisan hubungan orang tua awalnya berupa ketakutan pada anak.
Orang tua yang sering bertengkar atau bahkan bercerai bisa mengundang rasa tak
aman dan kegelisahan pada anak. Ketidaknyamanan ini terekam dalam memori anak
dan bisa membuatnya menepi dari pergaulan dengan teman sebayanya. Anak menjadi
minder, sensitif, atau sulit berkonsentrasi.
Namun, orang
tua yang akur pun bisa membuka peluang stres pada anak bila melakukan pola asuh
yang tak sesuai. Semisal, orangtua memberi kebebasan pada si anak begitu besar
meski belum mampu membuat keputusan. Pola asuh yang bersifat permisif ini
cenderung membiarkan anak saat berbuat salah. Akibat kebebasan yang dominan,
anak tak siap bila berbenturan dengan kondisi yang tak sesuai dengan keinginannya.
Ia pun bersikap Stres.
Sebaliknya,
pola asuh yang mengekang kebebasan anak dan memaksanya untuk tunduk pada
perintah orangtua dapat meremas hati si kecil. Ia akan merasakan tekanan batin
yang berakibat turunnya kepercayaan diri, rasa cemas, dan takut yang
berlebihan, serta bisa-bisa mengidap perilaku antisosial. Pola asuh yang
otoriter ini jelas berpotensi membuat anak-anak stres.
Makanan juga
berpengaruh pada kondisi kejiwaan anak. Asupan gizi yang kurang dapat berakibat
menurunkan kinerja otak sehingga anak sulit mengembangkan penalarannya. Ini
bisa menyebabkan anak selalu merasakan kebuntuan dalam berpikir. Begitu pula
dengan makanan siap saji dan berkalori tinggi. Gizi yang cukup dan seimbang
amat baik untuk mencegah anak dari serangan stres.
Faktor
pengundang stres pada anak selanjutnya adalah kelelahan. Meski anak sedang
menikmati masa liburan, sebaiknya orangtua memperhatikan aktifitas fisiknya.
Waktu tidur bagi anak-anak harus benar-benar cukup. Kurang tidur dapat
menyebabkan anak-anak mudah emosi dan kinerja pikirannya tidak stabil. Ini akan
berlanjut pada Stres.
Sumber :
Kompas